Rabu, 04 Februari 2009

Kebijakan dan Sasaran Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2009

Dalam rapat kerja antara Komisi IV DPR-RI dengan Menteri Kelautan dan Perikanan (16/07/2008) isampaikan rencana kebijakan dan sasaran pembangunan kelautan dan perikanan 2009.

Berdasarkan sasaran pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2009 yang telah disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, ada beberapa catatan yang sangat penting untuk diperhatikan :

Ø Sasaran pertama : Meningkatnya produksi perikanan dari perkiraan 10,42 juta ton pada tahun 2008 menjadi 12,73 juta ton pada tahun 2009 (perikanan tangkap 5,34 juta ton dan perikanan budidaya 7,39 juta ton) dengan produk hasil olahan dari perkiraan 3,6 juta ton pada tahun 2008 menjadi 4,3 juta ton pada tahun 2009. Berdasarka hasil Riset LIPI dan DKP (2001) produksi perikanan tangkap yang boleh dilakukan hanya sekitar 5,12 juta ton per tahun. Artinya bahwa kalau dilihat dari target produksi perikanan tangkap DKP 2009 telah melebihi sekitar 4,29 persen dari yang disarankan oleh hasil riset tersebut.

Ø Sasaran kedua : Meningkatnya ekspor hasil perikanan dari perkiraan US$ 2,6 milyar pada tahun 2008 menjadi US$ 2,8 miliar pada tahun 2009. Target tersebut perlu direncanakan secara matang dan pendekatan yang perlu dilakukan adalah meningkatkan mutu dan daya saing produk perikanan.

Sasaran ketiga : Meningkatnya rata-rata konsumsi ikan dalam negeri dari perkiraan 28,57 kg/kapita/tahu pada tahun 2008 menjadi 30,13 kg/kapita/tahun pada tahun 2009. Dengan adanya penigkatan konsumsi ikan tersebut maka diperkirakan jumlah ikan yang dibutuhkan oleh pasar dalam negeri tahun 2009 sekitar 7,06 juta ton. Kebutuhan ini perlu mendapatkan perhatian karena disisi lain pemerintah juga merencanakan untuk melakukan ekspor produk perikanan yang sangat besar.

Secara legkap kebijakan dan sasaran pebangunan kelautan dan perikanan tahun 2009 dapat dilihat dibawah ini. Bagi para pembaca blog silahkan untuk mengkritisinya. Terima kasih

Kebijakan dan Sasaran Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2009

Sumber : Bahan Rapat Kerja Komisi IV DPR-RI dengan Departemen Kelautan dan Perikanan Tanggal 16 Juli 2008


Kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2009 :

1) Mengembangkan kapasitas skala usaha nelayan, pembudidaya ikan dan pelaku usaha kelautan da perikanan lainnya;

2) Mengembangkan perikanan budidaya yang berdayasaing dan berwawasan lingkungan;

3) Memperkuat dan mengembangkan usaha perikanan tangkap nasional secara efisien, lestari dan berbasis kerakyatan;

4) Mengembangkan dan memperkokoh industri penanganan dan pengolahan serta pemasaran hasil;

5) Membangun pulau-pulau kecil secara berkelanjutan dan berbasis masyarakat;

6) Meningkatkan rehabilitasi dan konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan;

7) Memperkuat pengawasan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan;

8) Meningkatkan upaya penanggulangan illegal fishing;

9) Mengembangkan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan;

10) Memperkokoh riset dan iptek kelautan dan perikanan

Sasaran pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2009 :

1) Meningkatnya produksi perikanan dari perkiraan 10,42 juta ton pada tahun 2008 menjadi 12,73 juta ton pada tahun 2009 (perikanan tangkap 5,34 juta ton dan perikanan budidaya 7,39 juta ton) dengn produk hasil olahan dari perkiraan 3,6 juta ton pada tahun 2008 menjadi 4,3 juta ton pada tahun 2009;

2) Meningkatnya ekspor hasil perikanan dari perkiraan US$ 2,6 milyar pada tahun 2008 menjadi US$ 2,8 miliar pada tahun 2009;

3) Meningkatnya rata-rata konsumsi ikan dalam negeri dari perkiraan 28,57 kg/kapita/tahu pada tahun 2008 menjadi 30,13 kg/kapita/tahun pada tahun 2009;

4) Meningkatnya penyerapan tenaga kerja kelautan dan perikanan dari perkiraan 8,94 juta orang pada tahun 2008 enjadi 10,02 juta orang pada tahun 2009;

5) Jangkauan program pemberdayaan masyarakat sebesar 16 % dari populasi masyarakat pesisir yang miskin, atau sebanyak 850.000 orang, termasuk pemberdayaan perempuan sebanyak 350.000;

6) Meningkatnya jumlah kabupaten/kota yang menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan wilayah pesisir terpadu sebesar 40 % untuk mewujudkan lingkungan pesisir dan laut yang bersih, sehat dan produktif sehingga dapat menjamin produktivitas sumberdaya perikanan serta keanekaragaman hayati;

7) Meningkatnya jangkauan wilayah operasi kapal pengawas dan kemampuan SDM pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan dan perikanan dalam rangka penanggulangan illegal, unreforted, unregulated fishing sebesar 15 %;

8) Meningkatnya kualitas SDM kelauta dan perikanan sebanyak 4.50 orang dan meningkatnya fungsi penyuluh untuk 3.000 orang;

9) Meningkatnya utilitas Unit Pengolahan Ikan (UPI) dari perkiraan 60 % pada tahun 2008 menjadi 70 % pada tahun 2009;

10) Tersedianya data statistik dan informasi kelautan dan perikanan yang akurat dan tepat waktu;

11) Meningkatnya sumberdaya riset kelautan dan perikanan serta pemanfaatan IPTEK berbasis masyarakat.

RUMUSAN HASIL SEMINAR NASIONAL PENYULUH PERIKANAN TAHUN 2008

Pelaksanaan Seminar Nasional Penyuluh Perikanan Tahun 2008 mengambil tema “ Menggerakkan Pembangunan Kelautan dan Perikanan Melalui Sistem Penyuluhan Perikanan yang Inovatif dan Efektif ” merupakan ajang untuk merumuskan kebijakan dan strategi penyuluhan perikanan ; membangun komitmen penyuluh perikanan sebagai sebuah profesi yang membanggakan, bertanggungjawab, integritas tinggi, dan profesional, serta menghimpun berbagai aspirasi, tuntutan, dan ide yang muncul dalam pengembangan kelautan dan perikanan.

Seminar Nasional Penyuluh Perikanan Tahun 2008 yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 2 Desember 2008, dibuka oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, dan dihadiri oleh sekitar 650 orang yang terdiri 400 orang Penyuluh Perikanan dari 200 kabupaten/kota dan 33 orang perwakilan Propinsi yang terdiri dari penyuluh swadaya, pelaku utama/pelaku usaha bidang kelautan dan perikanan. Sasaran kegiatan ini adalah penyuluh perikanan PNS, swasta, swadaya, serta pelaku utama dan pelaku usaha perikanan.

Setelah mendengarkan Arahan Menteri Kelautan dan Perikanan serta paparan materi narasumber dari:

1. Ketua Komisi IV DPR RI tentang Implementasi Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan;

2. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara tentang Pengembangan Jabatan Karier Fungsional Penyuluh Perikanan;

3. Kepala Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan tentang Peningkatan Kualitas SDM melalui Penyuluhan Perikanan;

4. Dirjen Perikanan Tangkap, Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K), Dirjen Perikanan Budidaya, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) tentang Meningkatkan Peran Penyuluh Perikanan dalam Revitalisasi Perikanan;

5. Dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat pengolah perikanan, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan mengharapkan penyuluh perikanan menguasai teknologi berbasis pengolahan perikanan seperti : pengembangan sistem rantai dingin; sarana dan prasarana pengolahan; diversifikasi, pebinaan serta pengawasan mutu produk tersertifikasi (GHP, SSOP, GMP,HAACCP); treacibility (ketelusuran).

6. Penyuluh perikanan harus memiliki kemampuan di dalam membangun jejaring dan mengakses pasar berbasis bisnis pengolahan.

7. Penyuluh perikanan menjadi ujung tombak Ditjen Perikanan Tangkap dalam melakukan pendampingan pengembangan usaha perikanan tangkap skala kecil (PUPTSK), penguatan kearifan lokal serta sosialisai pengelolaan sumberdaya ikan dengan sistem, teknologi dan metoda penangkapan bertanggungjawab.

8. Penyuluh Perikanan memiliki peran strategis dan sebagai faktor kunci keberhasilan pengembangan budidaya perikanan Indonesia, karena itu Penyuluh Perikanan harus menguasai dan mengadopsi teknologi inovasi budidaya perikanan yang direkomendasi, serta mampu menginformasikan issu-issu yang berkembang, antara lain : lingkungan, food security,dan food saffety.

9. Sesuai amanah UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, maka penyuluh perikanan menjadi mitra bahari dan ujung tombak yang sinergi dengan program Ditjen KP3K dalam pemberdayaan masyarakat pesisir.

10. Bupati Kabupaten Sleman, DIY tentang mengintegrasikan dan mensinergikan kebijakan penyuluhan perikanan Pusat – Daerah untuk mengembangkan kelembagaan penyuluhan perikanan yang kondusif;

11. Bupati Kabupaten Padang Pariaman tentang mengintegrasikan dan mensinergikan kebijakan penyuluhan perikanan Pusat – Daerah untuk mengembangkan profesionalisme penyuluh perikanan;

12. Dr. Ir. Siti Amanah, pakar penyuluhan pembangunan, Institut Pertanian Bogor tentang Sistem Penyuluhan Perikanan dalam Mengantisipasi Era Perubahan meliputi kondisi Sumber Daya Alam, arah kebijakan dan strategi pembangunan KP, tuntutan kebutuhan masyarakat, pengembangan kelembagaan penyuluhan perikanan pusat – daerah, serta teknologi dan modernisasi bidang perikanan sesuai kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha, maka Departemen Kelautan dan Perikanan harus didukung dengan SDM Penyuluh Perikanan yang profesional.

13. Manajemen sistem penyuluhan perikanan yang handal harus didukung oleh mekanisme perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi yang mantap dan berkelanjutan.

14. serta beberapa usulan/tanggapan peserta seminar nasional penyuluh perikanan, maka dirumuskan beberapa hal berikut:

A. Bahan Masukan Kebijakan Nasional Pengembangan SDM Penyuluh Perikanan dalam mengakselerasi Revitalisasi Perikanan.

1. Dalam rangka mendukung pembangunan kelautan dan perikanan, maka keberadaan penyuluh perikanan yang handal dan profesional menjadi prasyarat utama sehingga mampu menjalankan tugasnya dalam pendampingan dan konsultan bagi pelaku utama serta pelaku usaha.

2. Seiring tuntutan peningkatan profesionalisme penyuluh perikanan di dalam melaksanakan tugasnya, penyuluh harus mampu menggali dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Untuk itu Pemerintah berkewajiban memfasilitasi sarana dan prasarana sesuai amanah UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K).

3. Departemen Kelautan dan Perikanan secara bertahap berkewajiban melakukan peningkatan kemampuan dan kompetensi penyuluh perikanan menjadi : (a) ahli dalam melaksanakan penyuluhan; (b) ahli dalam membangun dan mengembangkan kelembagaan penyuluhan terkait fasilitasi penumbuhkembangan bisnis perikanan yang berbasis pelaku utama; serta (c) konsultan yang dapat memecahkan permasalahan bersifat teknis perikanan dan melakukan inovasi teknologi perikanan di lapangan.

4. Penyuluhan Perikanan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, pelaku utama dan pelaku usaha, sehingga program dan kegiatan terkait penganggaran peningkatan kapasitas dan kemampuan penyuluh perikanan secara proporsional menjadi kewajiban bersama pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/kota. Selain itu pengusaha swasta dan masyarakat diharapkan mengambil peran dan berkontribusi di dalam peningkatan kapasitas dan kemampuan penyuluh perikanan.

5. Implikasi dari berlakunya Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan membawa banyak perubahan dari berbagai aspek dalam pelaksanaan penyuluhan perikanan, baik aspek kelembagaan, ketenagaan, pembinaan dan pengawasan serta pada aspek pembiayaan, sehingga diperlukan adanya penyamaan persepsi tentang pelaksanaan pengembangan penyuluhan perikanan akan dapat terlaksana secara optimal.

6. DPR RI sangat mendukung terhadap eksistensi penyuluh perikanan yang profesional, sehingga pemenuhan kebutuhannya baik secara kuantitas dan kualitas perlu didukung dengan sarana-prasarana dan anggaran yang memadai.

7. Guna mengakselerasikan implementasi UU No. 16 Tahun 2006, DPR mengingatkan kembali agar Pemerintah segera mempercepat penerbitan 2 buah Peraturan Pemerintah dan 2 buah Peraturan Presiden sesuai amanah UU tersebut sebagai acuan bagi Pemerintah Daerah membuat peraturan agar tidak terjadi perbedaan penafsiran dalam pelaksanaannya.

8. Dengan terbitnya PERMENPAN No. PER/19/M.PAN/10/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya, merupakan salah satu bentuk amanah dan implementasi Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, dan Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Hal ini menjadi sangat penting guna menjamin pembinaan karier, kepangkatan, jabatan dan peningkatan profesionalisme penyuluh perikanan di seluruh Indonesia.

9. Departemen Kelautan dan Perikanan dan Ketua Komisi IV DPR RI berpendapat bahwa keberadaan kelembagaan penyuluhan perikanan merupakan kewenangan daerah dengan menjunjung tinggi fleksibilitas dan otonomi daerah untuk membentuk kelembagaan sesuai kemampuannya agar penyuluh perikanan hanya melaksanakan tugas di bidang perikanan.

10. Untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas agar terhindar dari miskoordinasi, maka kabupaten/kota dapat mengintegrasikan penyuluh perikanan dalam Dinas Teknis yang menurut UU No. 32/2004 sebagai pelaksana otonomi daerah, dan juga pasal 6 ayat 2 UU SP3K. Hal ini dimaksudkan pula untuk mendorong terwujudnya aparatur di daerah yang demokratis, dalam arti tidak hanya memiliki fungsi pengaturan dan pengawasan saja, tapi juga fungsi pelayanan berupa penyuluhan.

B. Bahan Masukan Program Peningkatan Kualitas dan Kapasitas Penyuluh Perikanan dalam Penyelenggaraan Penyuluhan Perikanan.

1. Jajaran Departemen Kelautan dan Perikanan sepakat bahwa Penyuluh Perikanan memiliki peran yang sangat strategis dalam mensukseskan revitalisasi pembangunan kelautan dan perikanan, maka harus ditingkatkan jumlah serta kompetensinya secara bertahap. Peningkatan kapasitas para penyuluh perikanan harus dilakukan secara terus menerus dan sistematis untuk dapat menjadi konsultan dan mitra sejati para pelaku utama dan pelaku usaha bidang perikanan.

2. Sejalan dengan terbitnya PERMENPAN No. PER/19/M.PAN/10/2008, maka untuk meningkatkan kemampuan Penyuluh Perikanan secara profesional sesuai kompetensi jabatan, Departemen Kelautan dan Perikanan selaku Instansi Pembina, antara lain harus melakukan:

a. penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional Penyuluh Perikanan;

b. penetapan pedoman formasi jabatan Penyuluh Perikanan;

c. penetapan standar kompetensi Penyuluh Perikanan;

d. pengusulan tunjangan jabatan fungsional Penyuluh Perikanan;

e. pengusulan batas usia pensiun jabatan penyuluh perikanan;

f. sosialisasi Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya, serta petunjuk pelaksanaannya;

g. penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis fungsional bagi Penyuluh Perikanan;

h. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis bagi Penyuluh Perikanan;

i. pengembangan sistem informasi jabatan Penyuluh Perikanan;

j. fasilitasi pelaksanaan jabatan Penyuluh Perikanan ;

k. fasilitasi pembentukan organisasi profesi Penyuluh Perikanan;

l. fasilitasi penyusunan dan penetapan etika profesi Penyuluh Perikanan; dan

m. monitoring dan evaluasi jabatan Penyuluh Perikanan.

3. Dalam memenuhi kebutuhan kuantitas penyuluh perikanan yang profesional dan mandiri, maka masih memerlukan beberapa hal antara lain:

a. Perlu adanya keragaan yang jelas tentang kondisi penyuluh perikanan di daerah (data base tentang jumlah, kualifikasi dll), sehingga untuk keperluan rekruitmen penyuluh perikanan maka Dinas KP/Instansi kabupaten/kota yang menangani penyuluhan harus segera menganalisa kebutuhan jumlah penyuluh yang dibutuhkan baik untuk jenjang jabatan terampil maupun ahli untuk mendukung dan mengakselerasikan pembangunan kelautan dan perikanan di daerah dan nasional.

b. Secara substantif, kita harus mengkritisi kembali tentang kegiatan yang dilaksanakan oleh penyuluh perikanan dan melengkapi dengan rambu-rambu yang diperlukan. Sejalan dengan itu, maka harus ada kejelasan pendidikan dan pelatihan antar jenjang, sehingga sasaran untuk menciptakan penyuluh perikanan yang profesional dapat disiapkan sesuai dengan tahapan proses yang sistematis.

4. Dalam menjalankan tugasnya, kelengkapan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan merupakan prasyarat dan harus dapat dipenuhi oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Khusus untuk sarana tersebut, strategi DKP sementara fokus pada pemenuhan sarana mobilitas berupa motor, mobil, kapal/perahu motor, dan kelengkapan pos penyuluhan.

5. Dalam melakukan pendampingan usaha, terkait dengan teknologi, informasi dan kebijakan pemerintah di bidang kelautan dan perikanan melalui penyelenggaraan penyuluhan yang efektif, maka para penyuluh perikanan harus secara rutin dan periodik mendapatkan pelatihan dan akses teknologi serta informasi dari DKP dan pemerintah daerah.

6. Guna menjadikan penyuluh perikanan yang profesional, artinya penyuluh tersebut harus merupakan ahli penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan, dan spesialis di bidang kelautan dan perikanan, maka perlu penajaman tentang sistem pendidikan dan pelatihan yang baik dan terintegrasi, baik dalam program Pemerintah maupun daerah.

7. Terkait dengan keberadaan Satuan Administrasi Pangkal (satminkal) Penyuluh yang membidangi perikanan khususnya di tingkat Kabupaten/Kota, maka disarankan agar memperkuat kelembagaan daerah yang membidangi kelautan dan perikanan yang sudah ada, yaitu dalam Kelompok Jabatan Fungsional dan atau UPT dinas. Hal ini dimaksudkan untuk mengamankan pencapaian tujuan program kelautan dan perikanan, tanpa dibebani dengan pola kerja yang bersifat polivalen dengan sektor lain.

8. Alih jabatan dari Penyuluh Pertanian Bidang Perikanan dapat ditempuh melalui impasing. Sambil menunggu kelengkapan PermenPAN No : PER/19/M.PAN/10/2008, bagi Penyuluh Pertanian Bidang Perikanan yang akan naik pangkat dapat menggunakan ketentuan PermenPAN No : PER/02/M.PAN/2/2008 Tahun 2008.

C. Bahan Masukan Strategi Pengembangan Sistem Penyuluhan Perikanan.

1. Kontribusi penyuluhan swasta dan swadaya:

a. Peran aktif para penyuluh swadaya untuk mendapatkan informasi teknologi baru amat diperlukan guna disampaikan kepada pelaku utama;

b. Program pelatihan bagi penyuluh swadaya menjadi prasyarat guna meningkatkan pengetahuan-sikap-ketrampilan, sehingga mampu menyampaikan kepada pelaku utama di wilayah kerjanya;

c. Kerjasama antara penyuluh PNS, swasta, dan swadaya dalam menyebarkan informasi dan teknologi baru kepada pelaku utama harus diwujudkan dalam satu kawasan pengembangan perikanan atau wilayah kerja administratif. Bentuk kegiatan tersebut berupa: (1) penyusunan programa; (2) pengujian; (3) demonstrasi; (4) pelatihan; (5) kursus; (6) magang; dan lain-lain.

d. Pengukuhan/pengakuan bagi kelembagaan penyuluhan perikanan swadaya merupakan salah satu bentuk penghargaan atas karya dan prestasi kelembagaan yang dicapai, serta merupakan kebanggaan bagi para anggota kelembagaan tersebut.

e. Kedudukan lembaga penyuluhan perikanan pemerintah, swadaya, dan swasta sejajar dalam melaksanakan tugas dan fungsi secara hierarki pada tingkat kecamatan sampai tingkat pusat.

f. Pemberian penghargaan kepada penyuluh PNS, swasta, dan swadaya yang berprestasi harus diakomodasi/difasilitasi oleh pihak lembaga/organisasi penyuluhan secara berjenjang dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional;

g. Penyuluh PNS, penyuluh swadaya, dan penyuluh swasta harus memiliki akreditasi/sertifikasi yang dikeluarkan oleh lembaga atau institusi yang berwenang di satu wilayah, setelah mendapatkan rekomendasi dari organisasi profesi penyuluh perikanan. Dalam mendapatkan akreditasi/sertifikasi wajib mengikuti pelatihan yang telah distandardisasi.

2. Dalam membuat batasan rencana kerja penyuluh perikanan harus memperhatikan beberapa hal berikut:

a. Definisi rencana kerja: Pernyataan tertulis yang disusun secara sistematis tentang kegiatan penyuluhan perikanan yang akan dilaksanakan selama satu tahun.

b. Batas waktu penyusunan Rencana Kerja Penyuluh perikanan pada akhir Desember. Dilaksanakan dimulai Januari s/d Desember tahun berikutnya.

c. Isi rencana kerja harus memuat: (1) Masalah; (2) Kegiatan; (3) metoda; (4) Tujuan kegiatan; (5) Sasaran; (6) Volume/frekuensi; (7) Waktu; (8) Lokasi; (9) Biaya (Rp); (10) Sumber Biaya; (11) Pelaksana; dan (12) Pihak terkait.

3. Indikator keberhasilan yang digunakan untuk mengukur rencana kerja penyuluh perikanan, antara lain yaitu:

a. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan;

b. Meningkatnya produksi usaha perikanan dan pendapatan;

c. Tumbuh kembangnya kelompok-kelompok perikanan;

d. Tumbuhnya dinamika kelompok ditandai dengan kelengkapan administrasi kelompok, dan pertemuan secara kontiniu;

e. Terwujudnya pemupukan modal kelompok;

f. Meningkatnya kesejahteraan pelaku utama beserta keluarganya; dan

g. Tumbuh dan berkembangnya asosiasi/koperasi perikanan (berdasarkan usaha).

Jakarta, 2 Desember 2008

Tim Perumus Seminar Nasional Penyuluh Perikanan

1. Ir. Dodo Sudarsono (Kabupaten Bandung)

2. Widyo Satrio (Kabupaten Sleman)

3. Darsita, A.Md (Kabupaten Cirebon)

4. Riyanto,A.Pi.,MM (Kabupaten Cilacap)

5. Linderd Rouw, S.ST (kabupaten Sorong)

6. Asep Apipudin, S.P (Kabupaten Purwakarta)

7. Ir.Abd. Haris Bumulo (Kabupaten Konawe)

8. I Ketut Sumadana, S.Pi (Kab.Jembrana)

9. Kholil, SP.,MP (Kabupaten Situbondo)

10. Ir. Gunawan ( Kabupaten Barito Kuala)

11. Agussalim S.ST (Kab. Aceh Utara)

12. Agus Haurissa, S.Pi (Kota Ambon)

Terbentuknya Penyuluh Perikanan, terpisah dari Penyuluh Pertanian

Berdasarkan UU No. 16 tahun 2006 tentang sistem Penyuluhan, kini telah terbentuk Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan, yang sebelumnya tergabung dengan jabatan fungsional Penyuluh Pertanian. Penyelenggaraan penyuluhan sepenuhnya tergantung kebijakan pemerintah Kabupaten/Kota, yang kondisinya berbeda-beda.

Sudah sepatutnya bahwa Sistem Penyuluhan harus bersifat dinamis dan menyesuaikan dengan kondisi lingkungan masing-masing. Apalagi, keberadaan penyuluh kelautan dan perikanan berperan sebagai dinamisator, fasilitator maupun motivator, dan menjadi mitra sejati menjadi sangat diperlukan. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi saat membuka Seminar dan Kongres Penyuluh Perikanan di Jakarta(2/12).

Penyuluh perikanan hingga Agustus 2008 baru tersedia sebanyak 4.205 orang (terdiri dari 2.840 orang penyuluh Pemerintah yakni penyuluh pertanian yang berlatar belakang perikanan, dan 1.365 orang penyuluh honor atau kontrak), sehingga masih dibutuhkan sebanyak 9.440 orang penyuluh perikanan Pemerintah lagi yang harus dipenuhi selama kurun waktu 5 tahun kedepan. Sedangkan terget secara keseluruhan penyuluh perikanan pada tahun 2013 adalah sebanyak 16.030 orang penyuluh perikanan, terdiri dari: 12.280 orang penyuluh perikanan Pemerintah, 2.450 orang penyuluh perikanan swasta, dan 1.300 orang penyuluh perikanan swadaya yang dikukuhkan oleh Bupati/Walikota setempat.

Kebutuhan 12.280 orang penyuluh perikanan Pemerintah pada tahun 2013 (yang angkanya harus dikaji tersebut) didasari pada asumsi bahwa: (1) kemampuan seorang penyuluh perikanan dalam melakukan pembinaan kelompok nelayan atau pembudidaya ikan dapat berjalan secara efektif maksimal terhadap 15 kelompok (@ 25-30 orang). Diasumsikan pula bahwa sekitar 70% di kecamatan di Indonesia yang terdapat banyak aktifitas usaha perikanannya. Apabila setiap kecamatan diperlukan 3 (tiga) orang penyuluh perikanan maka diasumsikan adalah untuk bidang keahlian budidaya, penangkapan dan pengolahan hasil.

Pembangunan di bidang kelautan dan perikanan, salah satu upayanya melakukan kegiatan melalui pengembangan sistem penyuluhan perikanan yang dapat mengakomodasi aspirasi, harapan, dan potensi, serta peran aktif pelaku utama dan pelaku usaha bidang perikanan. Nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah ikan yang disebut sebagai pelaku utama serta pelaku usaha, harus membangun usaha yang berdaya saing tinggi.

Undang-Undang no. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, telah mengamanatkan kepada DKP untuk menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan perikanan guna meningkatkan pengembangan SDM di bidang perikanan. Selanjutnya, dalam UU no. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan pasal 34 juga memberi mandat kepada Departemen Kelautan dan Perikanan untuk memfasilitasi terbentuknya organisasi profesi dan kode etik penyuluh perikanan.

Keberadaan penyuluh perikanan yang mandiri dan profesional sangat dibutuhkan dalam membangun potensi masyarakat di bidang perikanan. Penyuluhan Perikanan selama ini menjadi bagian dari Penyuluhan Pertanian yang dalam melaksanakan tugasnya menggunakan prinsip polivalen, sehingga penyelenggaraan penyuluhan belum sesuai dengan harapan. Untuk itu, upaya kearah kemandirian dalam pelaksanaan penyuluhan perikanan dapat dilakukan melalui reformasi sistem penyuluhan perikanan, yaitu dengan melakukan beberapa perubahan, penyesuaian, dan penataan kembali terhadap berbagai aspek dalam sistem penyuluhan perikanan yang sudah berjalan selama ini.

Untuk menciptakan persamaan persepsi dan keterpaduan kegiatan antara pemerintah tingkat Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota hingga di tingkat desa dalam satu sistem penyuluhan perikanan, maka pelaku utama, pelaku usaha, swasta dan para pemangku kepentingan, hadir dalam Seminar Nasional dan Kongres Penyuluh Tahun 2008 acara ini juga dalam rangka. menindaklanjuti terbitnya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/19/M.PAN/ 10/2008 tanggal 20 Oktober 2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya.

Seminar dan Kongres ini merupakan ajang untuk merumuskan kebijakan dan strategi penyuluhan perikanan; membangun komitmen penyuluh perikanan sebagai sebagai sebuah profesi yang membanggakan, bertanggungjawab, integritas tinggi, dan profesional; serta menghimpun berbagai aspirasi, tuntutan, dan ide yang muncul dalam pengembangan penyuluhan perikanan. Atas dasar itulah, maka tema yang diusung adalah ”Menggerakan Pembangunan KElautan dan Perikanan Melalui Sistem Penyuluhan Kelautan dan Perikanan yang Inovatif dan Efektif”. Kongres ini juga diharapkan dapat terbentuk organisasi profesi penyuluh perikanan yang profesional dan mandiri, sekaligus mensosialisasikan keberadaan jabatan fungsional penyuluh perikanan. Jadi acara ini merupakan pencanangan lahirnya Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan, yang terpisah atau berbeda dengan Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian.

Jakarta, Desember 2008

Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi


ttd

Soen’an Hadi Poernomo
NIP. 080 028 687


Data Dukung:

Peta Tahunan Kebutuhan Rekruitmen Tenaga Penyuluh Perikanan 2009-2013

NO

WILAYAH

JUMLAH YANG TERSEDIA

RENCANA KEBUTUHAN/REKRUITMEN PENYULUH PERIKANAN (ORANG)

2009

2010

2011

2012

2013

TOTAL

1.

Indonesia Barat

1.455

520

534

527

520

534

4.090

2.

Indonesia Tengah

689

680

600

760

760

610

4.099

3.

Indonesia Timur

696

679

670

688

688

670

4.091

JUMLAH

2.840

1.879

1.804

1.975

1.968

1.814

12.280