Rabu, 04 Februari 2009

RUMUSAN HASIL SEMINAR NASIONAL PENYULUH PERIKANAN TAHUN 2008

Pelaksanaan Seminar Nasional Penyuluh Perikanan Tahun 2008 mengambil tema “ Menggerakkan Pembangunan Kelautan dan Perikanan Melalui Sistem Penyuluhan Perikanan yang Inovatif dan Efektif ” merupakan ajang untuk merumuskan kebijakan dan strategi penyuluhan perikanan ; membangun komitmen penyuluh perikanan sebagai sebuah profesi yang membanggakan, bertanggungjawab, integritas tinggi, dan profesional, serta menghimpun berbagai aspirasi, tuntutan, dan ide yang muncul dalam pengembangan kelautan dan perikanan.

Seminar Nasional Penyuluh Perikanan Tahun 2008 yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 2 Desember 2008, dibuka oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, dan dihadiri oleh sekitar 650 orang yang terdiri 400 orang Penyuluh Perikanan dari 200 kabupaten/kota dan 33 orang perwakilan Propinsi yang terdiri dari penyuluh swadaya, pelaku utama/pelaku usaha bidang kelautan dan perikanan. Sasaran kegiatan ini adalah penyuluh perikanan PNS, swasta, swadaya, serta pelaku utama dan pelaku usaha perikanan.

Setelah mendengarkan Arahan Menteri Kelautan dan Perikanan serta paparan materi narasumber dari:

1. Ketua Komisi IV DPR RI tentang Implementasi Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan;

2. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara tentang Pengembangan Jabatan Karier Fungsional Penyuluh Perikanan;

3. Kepala Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan tentang Peningkatan Kualitas SDM melalui Penyuluhan Perikanan;

4. Dirjen Perikanan Tangkap, Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K), Dirjen Perikanan Budidaya, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) tentang Meningkatkan Peran Penyuluh Perikanan dalam Revitalisasi Perikanan;

5. Dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat pengolah perikanan, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan mengharapkan penyuluh perikanan menguasai teknologi berbasis pengolahan perikanan seperti : pengembangan sistem rantai dingin; sarana dan prasarana pengolahan; diversifikasi, pebinaan serta pengawasan mutu produk tersertifikasi (GHP, SSOP, GMP,HAACCP); treacibility (ketelusuran).

6. Penyuluh perikanan harus memiliki kemampuan di dalam membangun jejaring dan mengakses pasar berbasis bisnis pengolahan.

7. Penyuluh perikanan menjadi ujung tombak Ditjen Perikanan Tangkap dalam melakukan pendampingan pengembangan usaha perikanan tangkap skala kecil (PUPTSK), penguatan kearifan lokal serta sosialisai pengelolaan sumberdaya ikan dengan sistem, teknologi dan metoda penangkapan bertanggungjawab.

8. Penyuluh Perikanan memiliki peran strategis dan sebagai faktor kunci keberhasilan pengembangan budidaya perikanan Indonesia, karena itu Penyuluh Perikanan harus menguasai dan mengadopsi teknologi inovasi budidaya perikanan yang direkomendasi, serta mampu menginformasikan issu-issu yang berkembang, antara lain : lingkungan, food security,dan food saffety.

9. Sesuai amanah UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, maka penyuluh perikanan menjadi mitra bahari dan ujung tombak yang sinergi dengan program Ditjen KP3K dalam pemberdayaan masyarakat pesisir.

10. Bupati Kabupaten Sleman, DIY tentang mengintegrasikan dan mensinergikan kebijakan penyuluhan perikanan Pusat – Daerah untuk mengembangkan kelembagaan penyuluhan perikanan yang kondusif;

11. Bupati Kabupaten Padang Pariaman tentang mengintegrasikan dan mensinergikan kebijakan penyuluhan perikanan Pusat – Daerah untuk mengembangkan profesionalisme penyuluh perikanan;

12. Dr. Ir. Siti Amanah, pakar penyuluhan pembangunan, Institut Pertanian Bogor tentang Sistem Penyuluhan Perikanan dalam Mengantisipasi Era Perubahan meliputi kondisi Sumber Daya Alam, arah kebijakan dan strategi pembangunan KP, tuntutan kebutuhan masyarakat, pengembangan kelembagaan penyuluhan perikanan pusat – daerah, serta teknologi dan modernisasi bidang perikanan sesuai kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha, maka Departemen Kelautan dan Perikanan harus didukung dengan SDM Penyuluh Perikanan yang profesional.

13. Manajemen sistem penyuluhan perikanan yang handal harus didukung oleh mekanisme perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi yang mantap dan berkelanjutan.

14. serta beberapa usulan/tanggapan peserta seminar nasional penyuluh perikanan, maka dirumuskan beberapa hal berikut:

A. Bahan Masukan Kebijakan Nasional Pengembangan SDM Penyuluh Perikanan dalam mengakselerasi Revitalisasi Perikanan.

1. Dalam rangka mendukung pembangunan kelautan dan perikanan, maka keberadaan penyuluh perikanan yang handal dan profesional menjadi prasyarat utama sehingga mampu menjalankan tugasnya dalam pendampingan dan konsultan bagi pelaku utama serta pelaku usaha.

2. Seiring tuntutan peningkatan profesionalisme penyuluh perikanan di dalam melaksanakan tugasnya, penyuluh harus mampu menggali dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Untuk itu Pemerintah berkewajiban memfasilitasi sarana dan prasarana sesuai amanah UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K).

3. Departemen Kelautan dan Perikanan secara bertahap berkewajiban melakukan peningkatan kemampuan dan kompetensi penyuluh perikanan menjadi : (a) ahli dalam melaksanakan penyuluhan; (b) ahli dalam membangun dan mengembangkan kelembagaan penyuluhan terkait fasilitasi penumbuhkembangan bisnis perikanan yang berbasis pelaku utama; serta (c) konsultan yang dapat memecahkan permasalahan bersifat teknis perikanan dan melakukan inovasi teknologi perikanan di lapangan.

4. Penyuluhan Perikanan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, pelaku utama dan pelaku usaha, sehingga program dan kegiatan terkait penganggaran peningkatan kapasitas dan kemampuan penyuluh perikanan secara proporsional menjadi kewajiban bersama pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/kota. Selain itu pengusaha swasta dan masyarakat diharapkan mengambil peran dan berkontribusi di dalam peningkatan kapasitas dan kemampuan penyuluh perikanan.

5. Implikasi dari berlakunya Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan membawa banyak perubahan dari berbagai aspek dalam pelaksanaan penyuluhan perikanan, baik aspek kelembagaan, ketenagaan, pembinaan dan pengawasan serta pada aspek pembiayaan, sehingga diperlukan adanya penyamaan persepsi tentang pelaksanaan pengembangan penyuluhan perikanan akan dapat terlaksana secara optimal.

6. DPR RI sangat mendukung terhadap eksistensi penyuluh perikanan yang profesional, sehingga pemenuhan kebutuhannya baik secara kuantitas dan kualitas perlu didukung dengan sarana-prasarana dan anggaran yang memadai.

7. Guna mengakselerasikan implementasi UU No. 16 Tahun 2006, DPR mengingatkan kembali agar Pemerintah segera mempercepat penerbitan 2 buah Peraturan Pemerintah dan 2 buah Peraturan Presiden sesuai amanah UU tersebut sebagai acuan bagi Pemerintah Daerah membuat peraturan agar tidak terjadi perbedaan penafsiran dalam pelaksanaannya.

8. Dengan terbitnya PERMENPAN No. PER/19/M.PAN/10/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya, merupakan salah satu bentuk amanah dan implementasi Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, dan Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Hal ini menjadi sangat penting guna menjamin pembinaan karier, kepangkatan, jabatan dan peningkatan profesionalisme penyuluh perikanan di seluruh Indonesia.

9. Departemen Kelautan dan Perikanan dan Ketua Komisi IV DPR RI berpendapat bahwa keberadaan kelembagaan penyuluhan perikanan merupakan kewenangan daerah dengan menjunjung tinggi fleksibilitas dan otonomi daerah untuk membentuk kelembagaan sesuai kemampuannya agar penyuluh perikanan hanya melaksanakan tugas di bidang perikanan.

10. Untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas agar terhindar dari miskoordinasi, maka kabupaten/kota dapat mengintegrasikan penyuluh perikanan dalam Dinas Teknis yang menurut UU No. 32/2004 sebagai pelaksana otonomi daerah, dan juga pasal 6 ayat 2 UU SP3K. Hal ini dimaksudkan pula untuk mendorong terwujudnya aparatur di daerah yang demokratis, dalam arti tidak hanya memiliki fungsi pengaturan dan pengawasan saja, tapi juga fungsi pelayanan berupa penyuluhan.

B. Bahan Masukan Program Peningkatan Kualitas dan Kapasitas Penyuluh Perikanan dalam Penyelenggaraan Penyuluhan Perikanan.

1. Jajaran Departemen Kelautan dan Perikanan sepakat bahwa Penyuluh Perikanan memiliki peran yang sangat strategis dalam mensukseskan revitalisasi pembangunan kelautan dan perikanan, maka harus ditingkatkan jumlah serta kompetensinya secara bertahap. Peningkatan kapasitas para penyuluh perikanan harus dilakukan secara terus menerus dan sistematis untuk dapat menjadi konsultan dan mitra sejati para pelaku utama dan pelaku usaha bidang perikanan.

2. Sejalan dengan terbitnya PERMENPAN No. PER/19/M.PAN/10/2008, maka untuk meningkatkan kemampuan Penyuluh Perikanan secara profesional sesuai kompetensi jabatan, Departemen Kelautan dan Perikanan selaku Instansi Pembina, antara lain harus melakukan:

a. penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional Penyuluh Perikanan;

b. penetapan pedoman formasi jabatan Penyuluh Perikanan;

c. penetapan standar kompetensi Penyuluh Perikanan;

d. pengusulan tunjangan jabatan fungsional Penyuluh Perikanan;

e. pengusulan batas usia pensiun jabatan penyuluh perikanan;

f. sosialisasi Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya, serta petunjuk pelaksanaannya;

g. penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis fungsional bagi Penyuluh Perikanan;

h. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis bagi Penyuluh Perikanan;

i. pengembangan sistem informasi jabatan Penyuluh Perikanan;

j. fasilitasi pelaksanaan jabatan Penyuluh Perikanan ;

k. fasilitasi pembentukan organisasi profesi Penyuluh Perikanan;

l. fasilitasi penyusunan dan penetapan etika profesi Penyuluh Perikanan; dan

m. monitoring dan evaluasi jabatan Penyuluh Perikanan.

3. Dalam memenuhi kebutuhan kuantitas penyuluh perikanan yang profesional dan mandiri, maka masih memerlukan beberapa hal antara lain:

a. Perlu adanya keragaan yang jelas tentang kondisi penyuluh perikanan di daerah (data base tentang jumlah, kualifikasi dll), sehingga untuk keperluan rekruitmen penyuluh perikanan maka Dinas KP/Instansi kabupaten/kota yang menangani penyuluhan harus segera menganalisa kebutuhan jumlah penyuluh yang dibutuhkan baik untuk jenjang jabatan terampil maupun ahli untuk mendukung dan mengakselerasikan pembangunan kelautan dan perikanan di daerah dan nasional.

b. Secara substantif, kita harus mengkritisi kembali tentang kegiatan yang dilaksanakan oleh penyuluh perikanan dan melengkapi dengan rambu-rambu yang diperlukan. Sejalan dengan itu, maka harus ada kejelasan pendidikan dan pelatihan antar jenjang, sehingga sasaran untuk menciptakan penyuluh perikanan yang profesional dapat disiapkan sesuai dengan tahapan proses yang sistematis.

4. Dalam menjalankan tugasnya, kelengkapan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan merupakan prasyarat dan harus dapat dipenuhi oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Khusus untuk sarana tersebut, strategi DKP sementara fokus pada pemenuhan sarana mobilitas berupa motor, mobil, kapal/perahu motor, dan kelengkapan pos penyuluhan.

5. Dalam melakukan pendampingan usaha, terkait dengan teknologi, informasi dan kebijakan pemerintah di bidang kelautan dan perikanan melalui penyelenggaraan penyuluhan yang efektif, maka para penyuluh perikanan harus secara rutin dan periodik mendapatkan pelatihan dan akses teknologi serta informasi dari DKP dan pemerintah daerah.

6. Guna menjadikan penyuluh perikanan yang profesional, artinya penyuluh tersebut harus merupakan ahli penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan, dan spesialis di bidang kelautan dan perikanan, maka perlu penajaman tentang sistem pendidikan dan pelatihan yang baik dan terintegrasi, baik dalam program Pemerintah maupun daerah.

7. Terkait dengan keberadaan Satuan Administrasi Pangkal (satminkal) Penyuluh yang membidangi perikanan khususnya di tingkat Kabupaten/Kota, maka disarankan agar memperkuat kelembagaan daerah yang membidangi kelautan dan perikanan yang sudah ada, yaitu dalam Kelompok Jabatan Fungsional dan atau UPT dinas. Hal ini dimaksudkan untuk mengamankan pencapaian tujuan program kelautan dan perikanan, tanpa dibebani dengan pola kerja yang bersifat polivalen dengan sektor lain.

8. Alih jabatan dari Penyuluh Pertanian Bidang Perikanan dapat ditempuh melalui impasing. Sambil menunggu kelengkapan PermenPAN No : PER/19/M.PAN/10/2008, bagi Penyuluh Pertanian Bidang Perikanan yang akan naik pangkat dapat menggunakan ketentuan PermenPAN No : PER/02/M.PAN/2/2008 Tahun 2008.

C. Bahan Masukan Strategi Pengembangan Sistem Penyuluhan Perikanan.

1. Kontribusi penyuluhan swasta dan swadaya:

a. Peran aktif para penyuluh swadaya untuk mendapatkan informasi teknologi baru amat diperlukan guna disampaikan kepada pelaku utama;

b. Program pelatihan bagi penyuluh swadaya menjadi prasyarat guna meningkatkan pengetahuan-sikap-ketrampilan, sehingga mampu menyampaikan kepada pelaku utama di wilayah kerjanya;

c. Kerjasama antara penyuluh PNS, swasta, dan swadaya dalam menyebarkan informasi dan teknologi baru kepada pelaku utama harus diwujudkan dalam satu kawasan pengembangan perikanan atau wilayah kerja administratif. Bentuk kegiatan tersebut berupa: (1) penyusunan programa; (2) pengujian; (3) demonstrasi; (4) pelatihan; (5) kursus; (6) magang; dan lain-lain.

d. Pengukuhan/pengakuan bagi kelembagaan penyuluhan perikanan swadaya merupakan salah satu bentuk penghargaan atas karya dan prestasi kelembagaan yang dicapai, serta merupakan kebanggaan bagi para anggota kelembagaan tersebut.

e. Kedudukan lembaga penyuluhan perikanan pemerintah, swadaya, dan swasta sejajar dalam melaksanakan tugas dan fungsi secara hierarki pada tingkat kecamatan sampai tingkat pusat.

f. Pemberian penghargaan kepada penyuluh PNS, swasta, dan swadaya yang berprestasi harus diakomodasi/difasilitasi oleh pihak lembaga/organisasi penyuluhan secara berjenjang dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional;

g. Penyuluh PNS, penyuluh swadaya, dan penyuluh swasta harus memiliki akreditasi/sertifikasi yang dikeluarkan oleh lembaga atau institusi yang berwenang di satu wilayah, setelah mendapatkan rekomendasi dari organisasi profesi penyuluh perikanan. Dalam mendapatkan akreditasi/sertifikasi wajib mengikuti pelatihan yang telah distandardisasi.

2. Dalam membuat batasan rencana kerja penyuluh perikanan harus memperhatikan beberapa hal berikut:

a. Definisi rencana kerja: Pernyataan tertulis yang disusun secara sistematis tentang kegiatan penyuluhan perikanan yang akan dilaksanakan selama satu tahun.

b. Batas waktu penyusunan Rencana Kerja Penyuluh perikanan pada akhir Desember. Dilaksanakan dimulai Januari s/d Desember tahun berikutnya.

c. Isi rencana kerja harus memuat: (1) Masalah; (2) Kegiatan; (3) metoda; (4) Tujuan kegiatan; (5) Sasaran; (6) Volume/frekuensi; (7) Waktu; (8) Lokasi; (9) Biaya (Rp); (10) Sumber Biaya; (11) Pelaksana; dan (12) Pihak terkait.

3. Indikator keberhasilan yang digunakan untuk mengukur rencana kerja penyuluh perikanan, antara lain yaitu:

a. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan;

b. Meningkatnya produksi usaha perikanan dan pendapatan;

c. Tumbuh kembangnya kelompok-kelompok perikanan;

d. Tumbuhnya dinamika kelompok ditandai dengan kelengkapan administrasi kelompok, dan pertemuan secara kontiniu;

e. Terwujudnya pemupukan modal kelompok;

f. Meningkatnya kesejahteraan pelaku utama beserta keluarganya; dan

g. Tumbuh dan berkembangnya asosiasi/koperasi perikanan (berdasarkan usaha).

Jakarta, 2 Desember 2008

Tim Perumus Seminar Nasional Penyuluh Perikanan

1. Ir. Dodo Sudarsono (Kabupaten Bandung)

2. Widyo Satrio (Kabupaten Sleman)

3. Darsita, A.Md (Kabupaten Cirebon)

4. Riyanto,A.Pi.,MM (Kabupaten Cilacap)

5. Linderd Rouw, S.ST (kabupaten Sorong)

6. Asep Apipudin, S.P (Kabupaten Purwakarta)

7. Ir.Abd. Haris Bumulo (Kabupaten Konawe)

8. I Ketut Sumadana, S.Pi (Kab.Jembrana)

9. Kholil, SP.,MP (Kabupaten Situbondo)

10. Ir. Gunawan ( Kabupaten Barito Kuala)

11. Agussalim S.ST (Kab. Aceh Utara)

12. Agus Haurissa, S.Pi (Kota Ambon)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar