Selasa, 30 Oktober 2018

Inovasi Fungsi Keramba Jaring Apung (KJA) Di Perairan Kota Bontang Sesuai Visi Misi Kota Bontang 2016-2021 : Studi Kasus Pengelolaan Keramba Jaring Apung (KJA) Program Creating Shared Value (CSV) PT Pupuk Kaltim yang dikelola oleh Koperasi Bontang Eta Maritim Kota Bontang



oleh :
David Indra Widianto
Penyuluh Perikanan Kota Bontang

PENDAHULUAN
Kota Bontang terletak antara 117026’34,86” Bujur Timur sampai 004’7,34” Wilayah administrasi Kota Bontang memiliki luas 497,57 km2 yang didominasi oleh lautan, yaitu seluas 347,77 km2 (69,90%) sedangkan wilayah daratannya seluas 149,80 km2 (30,10%) (BPS Kota Bontang, 2016). Dengan kondisi hampir 70% Kota Bontang merupakan wilayah lautan, maka Pemerintah Kota Bontang Periode 2016-2021 mencanangkan visi menguatkan Bontang sebagai Kota Maritim dengan visi Smart City, Green City dan Creative City (Bappeda Kota Bontang, 2016).
Dalam pemanfaatan ruang laut tersebut didalamnya termasuk kegiatan perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Salah satu sarana kegiatan perikanan yang ramah lingkungan adalah Keramba Jaring Apung biasa disebut dengan KJA. Teknologi KJA adalah salah satu teknik akuakultur yang cukup produktif dan intensif dengan konstruksi yang tersusun dari keramba-keramba jaring yang dipasang pada rakit terapung di perairan pantai (Sunyoto, 1994). Salah satu keuntungan budidaya ikan dengan KJA dibandingkan dengan teknologi selain KJA yaitu ikan dapat dipelihara dengan kepadatan tinggi tanpa khawatir akan kekurangan oksigen (Basyarie, 2001). Sedangkan keuntungan KJA lainnya ialah hemat lahan, tingkat produkivitasnya tinggi, tidak memerlukan pengelolaan air yang khusus sehingga dapat menekan input biaya produksi, mudah dipantau, unit usaha dapat diatur sesuai kemampuan modal (Pongsapan dkk. 2001), jumlah dan mutu air selalu memadai, tidak perlu pengolahan tanah, pemangsa mudah dikendalikan dan mudah dipanen (Sunyoto, 1994).
Kegiatan perikanan dengan KJA bagi kegiatan budidaya perikanan di Kota Bontang salah satunya dilakukan oleh Koperasi Bontang Eta Maritim dibawah pimpinan Bapak Muhtar yang merupakan binaan Creating Shared Value (CSV) PT. Pupuk Kaltim di perairan Tj Limau sebagai upaya meningkatkan kesejahteraaan anggotanya. Dalam perkembangannya ternyata KJA dapat diaplikasikan pada fungsi lain yang ternyata mendukung terciptanya misi Kota Bontang 2016-2021 yaitu visi Smart City, Green City dan Creative City.
Studi ini bertujuan memberikan gambaran tentang inovasi fungsi KJA terkait dengan visi misi Kota Bontang 2016-2021. Studi ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis yaitu suatu pendekatan untuk menggambarkan inovasi fungsi KJA apa saja yang telah dilakukan oleh Koperasi Bontang Eta Maritim serta potensi fungsi  lain yang mungkin dapat dikembangkan terkait dengan pemanfaatan KJA di perairan Kota Bontang yang sesuai dengan visi misi Kota Bontang 2016-2021.
Kajian yang dilakukan bersifat eksploratif dengan harapan akan memperoleh masukan yang dapat menambah wawasan tentang inovasi pengembangan fungsi KJA dan cara mendayagunakannya. Selain itu, sebagai pendukung juga dilakukan kajian pustaka dan penelusuran informasi sebagai bahan yang diperlukan untuk melengkapi hasil studi.

VISI MISI PEMERINTAH KOTA BONTANG 2016-2021
Dalam Peraturan Daerah Kota Bontang  Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2016-2021, Pemerintah Kota Bontang menetapkan Visi yaitu “Menguatkan Bontang Sebagai Kota Maritim, Berkebudayaan Industri Yang Bertumpu Pada Kualitas SDM Dan Lingkungan Hidup Untuk Kesejahteraan Masyarakat” (Bappeda Kota Bontang, 2016).
Rumusan visi diatas dijabarkan dengan kondisi sebagai berikut :
a.  Kota Maritim adalah untuk mewujudkan Visi Kota Bontang 2006-2025 sebagai Kota Maritim, dan Visi Pembangunan Nasional yang tertuang dalam RPJMN 2015-2021. Hal tersebut sangat beralasan mengingat sebagai entitas administratif ekonomi dan ekologis yang didominasi olehwilayah pesisir dan laut sehingga unsur kemaritiman menjadi salah satu penciri kuat (city icon) bagi Kota Bontang;
b.  Aspek kemaritiman ini mencakup domain fungsional ekonomi dan industri kelautan yaitu jasa-jasa kelautan, kepelabuhanan, transportasi laut, perikanan tangkap,perikanan budidaya, industri pengolahan hasil laut, industri penyedia jasa kemaritiman, perdagangan maritim, eksplorasi, eksploitasi danpengolahan minyak-gas di laut (off-shore) dan wilayah pesisir (on-shore),
c.  Berkebudayaan industri adalah sebuah nilai sistem profesional berbasis pada nilai-nilai keragaman lokal dan nasional yang mampumendorong dan menopang perekonomian di sektor industri maritim pada khususnya dan industri lain pada umumnya sehingga ke depan industry maritim dan industri petrokimia bisa berjalan secara sinergi dan saling menunjang;
d. Kualitas Sumberdaya Manusia mempunyai arti bahwa Kualitas Sumberdaya Manusia baik menjadi tumpuhan utama untuk mewujudkanVisi tersebut, sehingga dalam kurun waktu lima tahun ke depankualitas Sumbedaya Manusia semakin meningkat baik pendidikan maupunkesehatanya, melalui peningkatan sarana dan prasarana yang berkualitas;
e. Kualitas lingkungan hidup mempunyai arti bahwa pembangunan harus berkelanjutan, dengan tetap memperhatikan kelestarianlingkungan hidup yang ada di Bontang, yaitu dengan meningkatkan kualitas lingkungan hidup termasuk di dalamnya sumberdaya alam melaluimekanisme yang adil, bermartabat dan berkelanjutan dalam lima tahun ke depan; dan
f.   Kesejahteraan Masyarakat merupakan tujuan akhir pembangunan Kota Bontang, yaitu mewujudkan masyarakat Kota Bontang yang terpenuhi hak-hak dasarnya sehingga menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik, berkualitas dan memilliki pilihan yang luas dalam seluruh kehidupannya.
Dalam rangka mewujudkan visi diatas maka pemerintah Kota Bontang memiliki 3 misi meliputi :
1.    menjadikan Kota Bontang sebagai Smart City melalui peningkatan kualitas sumber daya; 
Smart City adalah sebuah konsep kota cerdas/pintar yang membantu masyarakat yang berada di dalamnya dengan mengelola sumber daya yang ada dengan efisien dan memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat/lembaga dalam melakukan kegiatannya atau pun mengantisipasi kejadian yang tak terduga sebelumnya. Salah satu faktor penting dalam menjadikan sebuah kota sebagai Smart City adalah kualitas sumberdaya manusianya yang handal. Sehingga untuk mewujudkan Kota Bontang sebagai Smart City perlu peningkatan kualitas Sumberdaya Manusianya. Secara operasional upaya peningkatan kualitas SDM dilaksanakan melalui berbagai sektor pembangunan, antara lain sektor pendidikan, kesehatan, sosial kependudukan, tenaga kerja dan sektor pembangunan lainnya.

2.    menjadikan Kota Bontang sebagai Green City melalui peningkatan kualitas lingkungan hidup; dan 
Green City merupakan salah satu konsep pendekatan perencanaan kota yang berkelanjutan, Green City juga dikenal sebagai Kota Ekologis atau kota yang sehat. Artinya adanya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan. Dengan kota yang sehat dapat mewujudkan suatu kondisi kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat, difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan kota. Untuk dapat mewujudkannya, diperlukan usaha dari setiap individu anggota masyarakat dan semua pihak terkait (stakeholders).

3.    menjadikan Kota Bontang sebagai Creative City melalui pengembangan kegiatan perekonomian berbasis sektor maritim.
Bontang sebagai Creative City merupakan hasil dari pengembangan pengetahuan yang intensif dan strategi kreatif dalam peningkatan kualitas sosial-ekonomi, ekologi, daya kompetitif kota. Pengembangan Bontang sebagai Creative City merupakan hasil dari gabungan modal sumberdaya manusia (contohnya angkatan kerja terdidik), modal infrastruktur (contohnya fasilitas komunikasi yang berteknologi tinggi), modal sosial (contohnya jaringan komunitas yang terbuka) dan modal entrepreuneurial (contohnya aktifitas bisnis kreatif). Pemerintahan yang kuat dan dapat dipercaya disertai dengan orang-orang yang kreatif dan berpikiran terbuka akan meningkatkan produktifitas lokal dan mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu kota.

 Kunjungan Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Perikanan dan Pertanian Kota Bontang ke KJA

KERAMBA JARING APUNG (KJA)
Keramba jaring apung (KJA) adalah wadah pemeliharaan ikan terbuat dari jaring yang di bentuk segi empat atau silindris ada diapungkan dalam air permukaan menggunakan pelampung dan kerangka kayu, bambu, atau besi, serta sistem penjangkaran. Lokasi yang dipilih bagi usaha pemeliharaan ikan dalam KJA relatif tenang, terhindar dari badai dan mudah dijangkau. Ikan yang dipelihara bervariasi mulai dari berbagai jenis kerapu, kakap, baronang, bahkan lobster. KJA ini juga merupakan proses yang luwes untuk mengubah nelayan kecil tradisional menjadi pengusaha agribisnis perikanan (Abdulkadir, 2010).
Teknologi KJA terdiri dari serangkaian kegiatan menurut Sunyoto (1994) dan Ismail et al (2001), antara lain : 
a)    Pemilihan dan penentuan lokasi KJA dengan mempertimbangkan faktor-faktor gangguan alam (badai dan gelombang besar), adanya predator, pencemaran, konflik pengguna, faktor kenyamanan dan kondisi hidrografi.
b)    Pembuatan disain dan konstruksi KJA dengan mempertimbangkan ukuran, disain, bahan baku dan daya tahannya, harga dan faktor lainnya.
c)    Penentuan Tata letak KJA dengan mempertimbangkan faktor kondisi perairan (arus) yang terkait dengan sirkulasi air dalam keramba, ukuran keramba (luas dan kedalaman), ukuran mata jaring, jumlah keramba yang searah dengan arus, jarak antar keramba dan lama pemeliharaan.
d)    Pengadaan sarana budidaya, seperti kerangka rakit, jaring kurungan, pelampung, jangkar, keramba, pengadaan benih dan tenaga kerja.
e)    Pengelolaan budidaya yang terdiri dari kegiatan penebaran benih dengan padat penebarannya, pendederan, pembesaran, pemberian pakan dan pengelolaannya, pencegahan timbulnya penyakit ikan, perawatan sarana budidaya dan pengamatan kualitas air, serta kegiatan panen, penanganan pasca panen dan pemasarannya.

KERAMBA JARING APUNG (KJA) PROGRAM CREATING SHARED VALUE (CSV) PT PUPUK KALTIM YANG DIKELOLA OLEH KOPERASI BONTANG ETA MARITIM KOTA BONTANG
KJA Program CSV yang dikelola oleh Koperasi Bontang Eta Maritim telah memiliki 64 petak KJA. Pada awal kegiatan ditebar secara bertahap sebanyak 14.000 ekor bibit kerapu dan 2.000 ekor bibit lobster. Sampai dengan akhir Mei 2018 ini telah dilakukan pengapalan sebanyak 2 kali pada bulan Januari 2018 dengan total 3,2 ton dan Mei 2018 sebanyak 1,4 ton.
Anggota Koperasi BEM saat ini berjumlah 49 orang dimana sebagian besar merupakan nelayan one day fishing, dimana masih terdapat waktu luang yang dapat digunakan untuk kegiatan budidaya ikan di KJA. Anggota diberikan petak KJA untuk dikelola sendiri dengan fasilitasi bibit awal dari program CSV.



Petak KJA Program CSV yang dikelola Koperasi Bontang Eta Maritim

Fasilitas yang telah ada di KJA antara lain Bagan Apung sebagai sarana pencari pakan ikan, ruang serbaguna yang dapat digunakan untuk pertemuan, wisata kuliner serta ruang pendidikan, toilet, dan penerangan dengan solar cell.

INOVASI FUNGSI KJA TERKAIT VISI MISI PEMERINTAH KOTA BONTANG 2016-2021
Koperasi Bontang Eta Maritim mulai berusaha kegiatan budidaya ikan dalam KJA pada tahun 2016 di perairan Tj Limau, namun salah satu anggotanya yaitu H Ismail telah melakukan kegiatan tersebut dari awal tahun 2000an.
Pada awalnya KJA difungsikan hanya sebagai sarana kegiatan budidaya ikan saja, namun seiring berjalannya waktu berbagai fungsi lain tercipta dengan kehadiran KJA. Berikut dijabarkan beberapa fungsi yang tercipta, dan dijelaskan sesuai dengan misi Pemerintah Kota Bontang 2016-2021 :

1.    SMART CITY
Salah satu usaha mengatasi kemiskinan nelayan adalah dengan mentransformasi mata pencaharian mereka dari nelayan ‘tangkap’ ke nelayan ‘budidaya’. Meskipun masyarakat nelayan memiliki sifat sulit beralih profesi karena faktor ekonomi, budaya, serta rendahnya keterampilan dan pendidikan (Iikiara et al, 2000).
Sebagian besar anggota Koperasi Bontang Eta Maritim awalnya nelayan, KJA telah mentransformasi mereka menjadi seorang pembudidaya. Sifat “sulit berubah” sedikit demi sedikit dikikis. Kegiatan di KJA yang selama ini mereka kerjakan telah menuai hasil yang memuaskan merubah pola fikir mereka. Sifat saling bekerjasama, saling memiliki dan ingin berkembang menunjang perubahan tersebut.
Adanya perubahan-perubahan pola pikir mendorong terjadinya perubahan pada pola tindak.  Masuknya pengaruh sosial, budaya dan teknologi ke dalam komunitas pesisir dan pedalaman telah membantu percepatan terjadinya transformasi sosial (Utomo dan Hutauruk, 2008).
 



Kegiatan Budidaya Ikan oleh Anggota Koperasi Bontang Eta Maritim

KJA milik Koperasi Bontang Eta Maritim juga berfungsi sebagai sarana edukasi dan penelitian kegiatan kelautan dan perikanan. Dalam beberapa petak KJA khusus dimasukkan binatang laut yang dilindungi sebagai sarana pendidikan, serta kedepannya akan dibuatkan perpustakaan mini yang menyediakan buku-buku kelautan dan perikanan.
2.    GREEN CITY
Selain menjadi sarana budidaya, KJA berfungsi sebagai sarana bioindikator kualitas perairan laut lokasi KJA ditempatkan. Dengan adanya kehidupan ikan dalam KJA yang tumbuh dengan wajar bahkan telah panen sesuai dengan waktu tumbuhnya menunjukkan bahwa adanya kesadaran masyarakat pesisir terhadap kebersihan perairan laut.
Fungsi lainnya bahwa KJA dapat menjadi tempat pengawasan kegiatan di laut. Dengan ditempatkan pengawas perikanan di KJA kegiatan di perairan sekitar KJA akan terpantau, sehingga dapat meminimalisir kegiatan pengrusakan ekosistem laut seperti pemboman, pembiusan dan pengambilan terumbu karang.

Pengecekan Kualitas Air Secara Berkala oleh Tim Pendamping Kegiatan Budidaya

3.    CREATIVE CITY
Dalam KJA milik Koperasi Bontang Eta Maritim saat ini telah dibuatkan ruang serbaguna bagi pengunjung yang datang. Hal ini mencetuskan ide untuk memfungsikan KJA sebagai sarana wisata kuliner. Menu yang diunggulkan dalam kegiatan kuliner ini adalah pengunjung/konsumen bebas memilih ikan hidup yang ingin mereka makan. Sarana kuliner seperti ini bisa terbilang baru di Kota Bontang dimana biasanya pembeli yang ingin makan ikan di restoran hanya mendapatkan ikan yang sudah dalam keadaan mati. Efek dibukanya sarana kuliner ini menambah lapangan pekerjaan baru bagi istri anggota Koperasi Bontang Eta Maritim.
Kedepannya Pengurus Koperasi Bontang Eta Maritim telah meminta kepada Walikota Bontang melalui Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kota Bontang, agar memasukkan KJA menjadi salah satu destinasi wisata yang recomended untuk dikunjungi.
 

Wisata Kuliner KJA Koperasi Bontang Eta Maritim yang menarik wisatawan asing

KESIMPULAN
1.    Koperasi Bontang Eta Maritim memiliki unit usaha KJA awalnya hanya sebagai sarana budidaya ikan.
2.    Saat ini usaha KJA Koperasi Bontang Eta Maritim baru dilakukan di perairan Tj. Limau.
3.    Inovasi yang telah dilakukan Koperasi Bontang Eta Maritim terhadap fungsi KJA antara lain :
a.    Perubahan mindset / pola fikir anggota Koperasi dari nelayan ke pembudidaya
b.    Sarana edukasi dan pusat penelitian
c.    Sarana bioindikator kualitas perairan laut
d.    Sarana pengawasan kegiatan Kelautan dan Perikanan
e.    Sarana Wisata Kuliner
f.     Destinasi Wisata.

SARAN
1.    Kota Bontang masih memiliki zona perairan yang cocok untuk kegiatan budidaya KJA diantaranya perairan Bontang Kuala, Gusung dan Melahing.
2.    Koperasi Bontang Eta Maritim perlu berupaya mereplikasi kegiatan budidaya KJA pada beberapa lokasi potensi sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat Kota Bontang



REFERENSI
1.    Abdulkadir, I. 2010. KJA  http :// www. Farraqafy.com
2.    Bappeda Kota Bontang. 2016. Peraturan Daerah Kota Bontang  Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2016-2021
3.    Basyarie, A. 2001. .Teknologi Pembesaran Ikan Kerapu Epinephelus spp. Di dalam: Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency. Jakarta. Halaman 111-118.
4.    BPS Kota Bontang.2016. Bontang dalam Angka 2016. Badan Pusat Statistik Kota Bontang. Bontang.
5.    Ikiara Moses Muriira, Odink Joop., 2000,  Fishermen Resistance to Exit Fisheries, Marine Resource Economics, Volume 14, pp. 199–213
6.    Ismail, A., Wedjatmiko, Sarifuddin dan B. Sumiono. 2001. Kajian Teknis Pembesaran Ikan Kerapu Sunu (Plectropomus spp.) Dalam Keramba Jaring Apung di Lahan Petani. Di dalam: Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency, Jakarta. Halaman 407-427.
7.    Pongsapan, D.S., Rachmansyah dan A.G. Mangawe. 2001. Penelitian Budidaya Bandeng Intensif dalam Keramba Jaring Apung di Laut. Di dalam: Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency. Jakarta. Halaman 323-333.
8.    Sunyoto, P. 1994. Pembesaran Kerapu dengan Keramba Jaring Apung. Penebar Swadaya, Jakarta. 65 halaman.
9.    Utomo, Tri Widodo W, Hutauruk,  Thomas R. 2008. Transformasi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Dan Pedalaman Di Kalimantan;  Mencari Sebuah Model Kebijakan Pembangunan Yang Memberdayakan. Jurnal Borneo Administrator. Samarinda

ISMAIL, KETUA KELOMPOK NELAYAN FANTASI SUKSES MENJADI JURAGAN KERAPU DAN LOBSTER DARI BONTANG



Jangan pernah bermimpi meraih sukses tanpa kerja keras, ketelatenan, dan kesabaran dalam menghadapi tantangan. Prinsip itulah yang mengiringi perjalanan hidup H Ismail alias H.Maing (45). Lelaki lulusan sekolah dasar yang semula nelayan itu, kini menjadi pembudidaya dan pengusaha ikan kerapu yang sukses dengan omset puluhan juta rupiah setiap bulan.
Warga Tj. Limau Kelurahan Gunung Elai Kecamatan Bontang Utara Kota Bontang, itu dinilai merupakan salah satu penyuplai ikan kerapu hidup untuk daerah Bali, Jakarta dan Kendari. Setiap bulan tidak kurang 250 kg ikan kerapu hidup dan Lobster yang dikirim ke daerah tersebut.
H Maing saat ini memiliki 17 petak keramba jaring apung (KJA). Setiap unit terisi 250 ekor. Ikan yang dibudidayakan meliputi berbagai jenis, seperti kerapu tikus, macan, sunu, cantang dan cantik serta lobster.



Keramba Jaring Apung Milik H Maing

Ikan kerapu itu dibeli dari nelayan setempat yang menjadi mitra kerjanya. Kerapu macan, misalnya, dibeli Rp 85.000 per kg, kerapu sunu Rp 190.000-Rp 195.000, dan kerapu tikus Rp 350.000 per kg. Saat dibeli, ikan itu beratnya berkisar 200-400 gram per ekor dan langsung dibayar tunai sehingga neayan sekitar sangat senang bekerjasama dengan H Ismail. Setelah dibudidayakan selama sekitar setahun, ikan baru diekspor.
H Ismail juga mendapat bantuan bibit kerapu cantik dari Program Creating Shared Value (CSV) PT Pupuk Kaltim pada bulan Oktober 2016 dan telah panen sekitar 3 ton pada Desember 2017.

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT TANJUNG LIMAU
H Maing mengawali kegiatan budidaya ikan di KJA dari pembuatan satu petak KJA yang terisi 50-100 ekor ikan kerapu lumpur dan kerapu macan pada tahun 2002. Dilihat dan dinilai prospek mengembangkan budidaya ikan kerapu maka paa tahun 2008 menambah 4 petak lagi yang akan diisi aneka ikan kerapu diantaranya kerapu sunu, kerapu bebek dan kerapu macan.
H Maing mulai membentuk Kelompok Fantasi pada tanggal 23 September 2009 beranggotakan 10 orang yang berawal dari keresahan masyarakat nelayan di sekitar Tanjung Limau bontang terutama nelayan tangkap, jaring dan belat. Yang dikarenakan kondisi laut dan sosial ekonomi masyarakat tanjung limau sangat berubah. Hal ini terlihat dari bertambah jauhnya lokasi mencari ikan, berkurangnya hasil tangkapan belat, mengecilnya ukuran ikan yang didapat, hal tersebut disebabkan karena adanya penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan yaitu penggunaan bom dan racun yang sangat meresahkan dan mengganggu aktifitas nelayan.
Karakteristik nelayan berbeda dengan karakterisik pembudidaya ikan atau petani. Dari segi penghasilan, pembudidaya ikan dan petani mempunyai pendapatan yang dapat dikontrol karena pola panen yang terkontrol sehingga hasil pangan atau ternak yang mereka miliki dapat ditentukan untuk mencapai hasil pendapatan yang mereka inginkan. Berbeda halnya dengan nelayan yang setiap hari bergelut dengan laut untuk mendapatkan penghasilan, maka pendapatan yang mereka inginkan tidak bisa dikontrol. Nelayan menghadapi sumberdaya yang bersifat open acces dan beresiko tinggi. Hal tersebut menyebabkan masyarakat pesisir sepeti nelayan cenderung memiliki karakter yang tegas, keras, dan terbuka.
Nelayan juga bisa dikategorikan masyarakat yang masih terbelakang dan berada dalam posisi marginal. Selain itu, banyak dimensi kehidupan yang tidak diketahui oleh orang luar tentang karakteristik nelayan. Nelayan mempunyai cara berbeda dalam aspek pengetahuan, kepercayaan, peranan sosial, dan struktur sosialnya. Sementara itu, dibalik kemarginalannya, nelayan tidak mempunyai banyak cara dalam mengatasi masalah yang hadir.
Karakteristik lain yang sangat mencolok di nelayan adalah ketergantungan mereka pada musim. Ketergantungan pada musim ini akan semakin besar pada nelayan kecil. Pada musim penangkapan, para nelayan akan sangat sibuk melaut. Sebaliknya, pada musim peceklik kegiatan melaut menjadi berkurang sehingga banyak nelayan yang terpaksa menganggur.
Keadaan ini mempunyai implikasi besar terhadap kondisi sosial ekonomi nelayan. Mereka mungkin mampu membeli barang-barang yang mahal pada musim tangkap. Namun pada musim peceklik, pendapatan mereka drastis menurun sehingga kehidupan mereka juga semakin buruk. Belum lagi ditambah pola hidup mereka yang menerapakan prinsip ekonomi yang “tidak hemat”, artinya saat hasil tangkap memuncak, mereka cenderung tidak menyimpan hasil untuk menutupi kekurangan ekonomi di saat kegiatan tangkap menurun sehingga banyak dari nelayan-nelayan tersebut yang harus meminjam uang bahakan menjual barang-barang mereka untuk memenuhi kebutuhannya.
Secara umum, pendapatan nelayan memang sangat berfluktuasi dari hari ke hari. Pada suatu hari, mungkin nelayan memperoleh tangkapan yang sangat tinggi, tapi pada hari berikutnya bisa saja “kosong”. Hasil tangkapan dan pada giliranya pendapatan nelayan juga dipengaruhi oleh jumlah nelayan operasi penangkapan di suatu daerah penangkapan. Di daerah yang padat penduduknya, akan mengalami kelebihan tangkap (overfishing). Hal ini mengakibatkan volume hasil tangkap dari para nelayan menjadi semakin kecil, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan mereka.
Kondisi di atas turut pula mendorong munculnya pola hubungan tertentu yang sangat umum dijumpai di kalangan masyarakat di kalangan nelayan maupun petani tambak, yakni pola hubungan yang bersifat patron-klien. Karena keadaan ekonomi yang buruk, maka para nelayan kecil, buruh nelayan, petani tambak kecil dan buruh tambak seringkali terpaksa meminjam uang dan barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari dari para juragan atau dari para pedagang pengumpul (tauke).
Konsekuensinya, para peminjam tersebut menjadi terikat dengan pihak juragan atau pedagang. Keterkaitan tersebut antara lain berupa keharusan menjual produknya kepada pedagang atau juragan.  Pola hubungan yang tidak simetris ini tentu saja sangat mudah berubah menjadi alat dominansi dan ekploitasi. H Maing melalui Kelompok Nelayan Fantasi  memahami kondisi tersebut dan mencoba mengajak anggotanya melakukan kegiatan budidaya ikan agar kehidupannya terutama perekonomiannya lebih teratur dengan membangun Keramba Jaring Apung (KJA) yang sangat sederhana sebanyak 4 petak. Hal ini dilakukan karena Kelompok Nelayan Fantasi  merasa berat dalam hal pembiayaan dan operasionalnya, apalagi kalau menggunakan KJA aquatek seharga ratusan juta.
Akhirnya Kelompok Nelayan Fantasi  berfikir membuat KJA dengan bahan yang ada dan mudah didapat di sekitar agar lebih hemat, sehingga Kelompok Nelayan Fantasi  atas kesepakatan anggota mengajukan pinjaman modal usaha ke PKBL PT Pupuk Kaltim sebesar 20 juta rupiah.
Singkat cerita setelah Kelompok Nelayan Fantasi  menjadi mitra binaan PT Pupuk Kaltim pada tahun 2009, mendapat binaan pelatihan-pelatihan terkait budidaya perikanan, pengolahan hasil laut dan reparasi mesin ketinting dan donfeng serta pinjaman modal usaha terbangun tambahan KJA hingga saat itu Kelompok Nelayan Fantasi  bisa memiliki 5 petak KJA. Hasil dari KJA ini sangat dapat dirasakan oelh anggota kelompok dan dianggap berhasil dalam budidaya ikan kerapu.
Setelah dibantu oleh PKBL PT Pupuk Kaltim datang lagi bantuan dari CSV PT.Pupuk Kaltim berupa 12 petak KJA, Bagan dan 4000 ekor bibit kerapu cantik pada Oktober 2016 dan berhasil dipanen 3 ton pada tanggal 7 Desember 2017. Dengan semangat juang yang gigih maka Kelompok Nelayan Fantasi  telah mengubah nasib anggota dan keluarga serta dapat menarik minat nelayan di sekitar bontang untuk berbudidaya ikan kerapu di KJA. Saat ini lokasi KJA menjadi tempat kunjungan tamu untuk penelitian dan kuliner ikan bakar, serta tempat berbagi pengetahuan budidaya ikan kerapu pada siapapun.
Keberhasilannya pun tidak lepas dari pendampingan dan penyuluhan dari Tim Penyuluh Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang tak kunjung lelah saling berbagi baik teknis maupun administrasi

 Kegiatan Pendampingan dan Penyuluhan Anggota Kelompok Nelayan Fantasi

Hasil jerih payah membangun kegiatan budidaya di Keramba Jaring Apung ini mendapat balasan yang sangat baik yaitu ditetapkannya H Ismail sebagai pembudidaya ikan terbaik se Provinsi Kalimantan Timur serta menjadi KJA nya salah satu titik penilaian Proper Emas PT Pupuk Kaltim tahun 2017.

 Penghargaan yang diterima H Ismail dan Kelompok Nelayan Fantai tahun 2016