A.
Pengertian
Difusi Inovasi
Difusi adalah proses komunikasi inovasi antara warga
masyarakat (anggota system sosial),dengan menggunakan saluran tertentu dan
dalam waktu tertentu. Komunikasi dalam definisi ini ditekankan dalam arti
terjadinya saling tukar informasi (hubungan timbal balik), antar beberapa
individu secara memusat (konvergen) maupun memencar (divergen) yang berlangsung
secara spontan. Dengan adanya komunikasi ini akan terjadi kesamaan pendapat
antar warga masyarakat tentang inovasi. Jadi difusi dapat merupakan salah satu
tipe komunikasi yang mempunyai cirri pokok, pesan yang dikomunikasikan adalah
hal baru ( inovasi ).
Menurut Parker
(1974), difusi adalah suatu proses yang berperan memberi nilai tambah pada
fungsi produksi atau proses ekonomi. Porker juga menyebutkan bahwa difusi
merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik (technical change).
Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi
berlaku umum. Dari inovator, inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga
akhirnya menjadi hal yang biasa dan diterima sebagai bagian dari kegiatan
produktif.
Definisi difusi diatas merupakan salah satu dari
beberapa definisi menurut para ahli. Adapun definisi lain tentang difusi adalah
proses komunikasi inovasi antara anggota system social dengan menggunakan
saluran tertentu dan dalam kurun waktu tertentu.Dari definisi tersebut dapat
dilihat dengan jelas bahwa difusi ini merupakan suatu proses komunikasi dimana
di dalamnya terdapat suatu informasi terbaru (inovasi).
Inovasi ( innovation ) sering diterjemahakan segala
hal yang baru atau pembaharuan. Selain pendapat tersebut, tidak jarang juga
yang mengartikan inovasi sama seperti modernisasi. Ada juga yang berpendapat
bahwa inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh
manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi
terdifusi ke seluruh masyarakat dalam pola yang bisa diprediksi. Beberapa
kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka mendengar
inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat lainnya membutuhkan
waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika sebuah inovasi
banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded atau meledak.
Dari beberapa pendapat mengenai inovasi dapat di tarik kesimpulan arti dari
inovasi sendiri adalah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau
diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (
masyarakat ), baik berupa hasil invention maupun diskoveri. Jika dilihat dari
definisi para ahli, sebenarnya dapat diketahui bahwa tidak terjadi perbedaan
yang mendasar pada pengertian inovasi antara satu dengan yang lainnya. Jika
terjadi perbedaan hanya dalam susunan kalimat atau penekanan maksud, tetapi
pada dasarnya pengertiannya sama. Inovasi sendiri diadakan untuk memecahkan
masalah supaya mencapai tujuan tertentu.
Jadi dapat kita artikan difusi inovasi adalah teori
tentang bagaimana suatu ide dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan.
Teori ini dipopulerkan oleh Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang
berjudul Diffusion of Innovations . Ia mendefinisikan difusi sebagai proses
dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dalam jangka
waktu tertentu, pada sebuah sistem sosial tertentu suatu tata hubungan antara
inividu dengan individu lain. Rogers menjelaskan bahwa anggota sistem sosial
dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai
dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi).
Teori Diffusion of Innovations yang dikembangkan
Rogers adalah suatu teori yang berusaha menjelaskan
bagaimana, mengapa, dan seberapa cepat ide-ide baru dan teknologi menyebar
melalui berbagai budaya. Difusi inovasi adalah proses dimana suatu inovasi
dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu di antara para
anggota suatu sistem sosial. Artinya difusi inovasi bisa berbeda prosesnya
serta berbeda juga hasilnya pada berbagai bentuk ide atau teknologi baru.
Munculnya Teori
Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika
seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk
S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan
bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari
dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu
menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi
waktu.
Pemikiran Tarde
menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang
terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s
S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations
have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat
difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua
orang sosiolog, Boyce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian
difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil
penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasi model
kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The
rate of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal
curve when plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan
berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi
atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih
kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di
sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers
dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker
yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural
Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A
New Perpective (1981).
B.
Esensi Teori
Teori Difusi Inovasi
pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan
(dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada
sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian
difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is
communicated through certain channels over time among the members of a social
system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk
komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang
berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which
is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its
ultimate users or adopters.”
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4
(empat) elemen pokok, yaitu:
1.
Inovasi; gagasan, tindakan, atau
barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi
diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu
ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep
’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
2.
Saluran komunikasi; ’alat’ untuk
menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih
saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan
diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi
dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan
tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien,
adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap
atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling
tepat adalah saluran interpersonal.
3. Jangka waktu; proses keputusan
inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau
menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan
dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan
keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih
lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam
sistem sosial.
4. Sistem sosial; kumpulan unit yang
berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah
dalam rangka mencapai tujuan bersama
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan
argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori
tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap
tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan
inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut
mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2)
jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3) saluran
komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature
of social system), dan (5) peran agen perubah (change agents).
C.
Penerapan dan
keterkaitan teori
Pada awalnya, bahkan
dalam beberapa perkembangan berikutnya, teori Difusi Inovasi senantiasa
dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk
terjadinya perubahan sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti
dari pembangunan masyarakat. Rogers dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa
proses difusi merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial
adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.
Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu: (1) Penemuan (invention), (2)
difusi (diffusion), dan (3) konsekuensi (consequences). Penemuan adalah proses dimana
ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan. Difusi adalah proses dimana
ide/gagasan baru dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial, sedangkan
konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari
adopsi atau penolakan inovasi.
Sejak tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di
mana fokus kajian tidak hanya dikaitkan dengan proses perubahan sosial dalam
pengertian sempit. Topik studi atau penelitian difusi inovasi mulai dikaitkan
dengan berbagai fenomena kontemporer yang berkembang di masyarakat. Berbagai
perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian proses difusi inovasi,seperti
perspektif ekonomi, perspektif ’market and infrastructure’ (Brown, 1981). Salah
satu definisi difusi inovasi dalam taraf perkembangan ini antara lain
dikemukakan Parker (1974), yang mendefinisikan difusi sebagai suatu
proses yang berperan memberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses
ekonomi. Dia juga menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses
perubahan teknik (technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu
tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator,
inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa
dan diterima sebagai bagian dari kegiatan produktif.
Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut National
Center for the Dissemination of Disability Research (NCDDR), 1996,
menyebutkan ada 4 (empat) dimensi pemanfaatan pengetahuan (knowledge
utilization), yaitu
1.
Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi, yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang
bertanggunggung jawab dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru.
2.
Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan dan produk baru dimaksud yang juga
termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.
3.
Dimensi
Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk
tersebut dikemas dan disalurkan.
Contoh kasus
Dalam kasus
pengenalan biogas dari kotoran sapi untuk bahan bakar rumah tangga, kemungkinan
kegagalan adalah pada sifat inovasi yang kurang cocok dengan budaya lokal kita
yang didukung oleh sistem sosial yang ada. Masyarakat kita menganggap bahwa
kotoran sapi adalah suatu hal yang “menjijikkan” dan bukan pada tempatnya
dipakai dan dibawa ke proses pengolahan makanan. Akan sangat sulit bagi bangsa
Indonesia untuk merubah paradigma tersebut. Artinya eleman pertama dan keempat
yaitu produk inovasinya sendiri serta sistem sosial sudah mengandung kelemahan.
Karenanya proses difusi inovasi yang terjadi mandek dan tidak berhasil.
Biogas yang
dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah
limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan
bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Metana dalam
biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan
menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit.
Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena
metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global
bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon
yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan
lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon diatmosfer bila dibandingkan
dengan pembakaran bahan bakar fosil.
Bahan Referensi
Hanafi, Abdillah.
1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional
Rogers, E.M. dan
Shoemaker, F.F., 1971, Communication of Innovations, London: The Free
Press
Rogers, Everett M., 1983, Diffusion of Innovations.
London: The Free Press.
Rogers, Everett M, 1995, Diffusions of Innovations,
Forth Edition. New York: Tree Press.
Brown, Lawrence A., Innovation Diffusion: A New
Perpevtive. New York: Methuen and Co.