Sabtu, 28 April 2018

DIFUSI INOVASI



A.    Pengertian Difusi Inovasi
Difusi adalah proses komunikasi inovasi antara warga masyarakat (anggota system sosial),dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu. Komunikasi dalam definisi ini ditekankan dalam arti terjadinya saling tukar informasi (hubungan timbal balik), antar beberapa individu secara memusat (konvergen) maupun memencar (divergen) yang berlangsung secara spontan. Dengan adanya komunikasi ini akan terjadi kesamaan pendapat antar warga masyarakat tentang inovasi. Jadi difusi dapat merupakan salah satu tipe komunikasi yang mempunyai cirri pokok, pesan yang dikomunikasikan adalah hal baru ( inovasi ).
 Menurut Parker (1974), difusi adalah suatu proses yang berperan memberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Porker juga menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik (technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator, inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa dan diterima sebagai bagian dari kegiatan produktif.
Definisi difusi diatas merupakan salah satu dari beberapa definisi menurut para ahli. Adapun definisi lain tentang difusi adalah proses komunikasi inovasi antara anggota system social dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam kurun waktu tertentu.Dari definisi tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa difusi ini merupakan suatu proses komunikasi dimana di dalamnya terdapat suatu informasi terbaru (inovasi).
Inovasi ( innovation ) sering diterjemahakan segala hal yang baru atau pembaharuan. Selain pendapat tersebut, tidak jarang juga yang mengartikan inovasi sama seperti modernisasi. Ada juga yang berpendapat bahwa inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi terdifusi ke seluruh masyarakat dalam pola yang bisa diprediksi. Beberapa kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat lainnya membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded atau meledak. Dari beberapa pendapat mengenai inovasi dapat di tarik kesimpulan arti dari inovasi sendiri adalah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang ( masyarakat ), baik berupa hasil invention maupun diskoveri. Jika dilihat dari definisi para ahli, sebenarnya dapat diketahui bahwa tidak terjadi perbedaan yang mendasar pada pengertian inovasi antara satu dengan yang lainnya. Jika terjadi perbedaan hanya dalam susunan kalimat atau penekanan maksud, tetapi pada dasarnya pengertiannya sama. Inovasi sendiri diadakan untuk memecahkan masalah supaya mencapai tujuan tertentu.
Jadi dapat kita artikan difusi inovasi adalah teori tentang bagaimana suatu ide dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan. Teori ini dipopulerkan oleh Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations . Ia mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dalam jangka waktu tertentu, pada sebuah sistem sosial tertentu suatu tata hubungan antara inividu dengan individu lain. Rogers menjelaskan bahwa anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi).
Teori  Diffusion of Innovations yang dikembangkan Rogers adalah suatu teori yang berusaha menjelaskan bagaimana, mengapa, dan seberapa cepat ide-ide baru dan teknologi menyebar melalui berbagai budaya. Difusi inovasi adalah proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu di antara para anggota suatu sistem sosial. Artinya difusi inovasi bisa berbeda prosesnya serta berbeda juga hasilnya pada berbagai bentuk ide atau teknologi baru.
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Boyce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasi model kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd  Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).

B.     Esensi Teori
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa  difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.” 
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
1.      Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
2.      Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
3.     Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
4.     Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama   
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen perubah (change agents). 

C.     Penerapan dan keterkaitan teori
Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya,  teori Difusi Inovasi senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat. Rogers dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusi merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu: (1) Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion), dan (3) konsekuensi (consequences). Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan. Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru  dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial, sedangkan konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau penolakan inovasi.
Sejak  tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di mana fokus kajian tidak hanya dikaitkan dengan proses perubahan sosial dalam pengertian sempit. Topik studi atau penelitian difusi inovasi mulai dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer yang berkembang di masyarakat. Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian proses difusi inovasi,seperti perspektif ekonomi, perspektif ’market and infrastructure’ (Brown, 1981). Salah satu definisi difusi inovasi dalam taraf perkembangan ini antara lain dikemukakan  Parker (1974), yang  mendefinisikan difusi sebagai suatu proses yang berperan memberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Dia juga menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik (technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator, inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa dan diterima sebagai bagian dari kegiatan produktif.
Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut National Center for the Dissemination of Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan ada 4 (empat) dimensi pemanfaatan pengetahuan (knowledge utilization), yaitu
1.      Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi, yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang bertanggunggung jawab dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru.
2.      Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan dan produk baru dimaksud yang juga termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.
3.      Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk tersebut dikemas dan disalurkan.
4.      Dimensi Pengguna (USER), yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk dimaksud.         
Contoh kasus
Dalam kasus pengenalan biogas dari kotoran sapi untuk bahan bakar rumah tangga, kemungkinan kegagalan adalah pada sifat inovasi yang kurang cocok dengan budaya lokal kita yang didukung oleh sistem sosial yang ada. Masyarakat kita menganggap bahwa kotoran sapi adalah suatu hal yang “menjijikkan” dan bukan pada tempatnya dipakai dan dibawa ke proses pengolahan makanan. Akan sangat sulit bagi bangsa Indonesia untuk merubah paradigma tersebut. Artinya eleman pertama dan keempat yaitu produk inovasinya sendiri serta sistem sosial sudah mengandung kelemahan. Karenanya proses difusi inovasi yang terjadi mandek dan tidak berhasil.
Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon diatmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil.
Bahan Referensi
Hanafi, Abdillah. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional
Rogers, E.M. dan Shoemaker, F.F., 1971, Communication of Innovations, London: The Free Press
Rogers, Everett M., 1983, Diffusion of Innovations. London: The Free Press.
Rogers, Everett M, 1995, Diffusions of Innovations, Forth Edition. New York: Tree Press.
Brown, Lawrence A., Innovation Diffusion: A New Perpevtive. New York: Methuen and Co.

KEPUTUSAN INOVASI



PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI
 Tipe keputusan inovasi yaitu tipe keputusan inovasi opsional, kolektif, otoritas dan kontigen.Tipe keputusan inovasi opsional banyak digunakan dalam proses difusi inovasi yang sasaran utamanya anggota sistem sosial sebagai individu (pribadi). Misalnya inovasi pertanian, kesehatan, kesejahteraan, dan sebagainya. Dengan inovasi itu diharapkan setiap individu akan menerima dan menerapkan inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Tipe keputusan inovasi kolektif, otoritas dan kontigen banyak digunakan dalam difusi inovasi yang sasaran utamanya individu sebagai anggota organisasi formal. Misalnya difusi inovasi pendidikan yang sasarannya sekolah-sekolah, dan perguruan tinggi, inovasi bidang pemerintahan, bidang politik, dan sebagainya.
Dalam pembahasan ini akan dibicarakan secara terinci proses keputusan inovasi opsional, yang menjadi dasar untuk memahami tipe keputusan inovasi yang lain. Pengertian proses keputusan inovasi, model proses keputusan inovasi, dan tahap-tahap proses keputusan inovasi.

1.      PENGERTIAN PROSES KEPUTUSAN INOVASI
Proses keputusan inovasi ialah proses yang dilalui (dialami) oleh individu (unit pengambilan keputusan yang lain), mulai dari pertama kali tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan sikap terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya. Proses keputusan inovasi bukan kegiatan yang dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan serangkaian kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, sehingga individu atau organisasi dapat menilai gagasan ysng baru itu sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya akan menolak atau menerima inovasi dan menerapkannya. Ciri pokok keputusan inovasi dan merupakan perbedaannya dengan tipe keputusan yang lain ialah dimulai dengan adanya ketidak tentuan (uncertainty) tentang sesuatu (inovasi).
Misalnya kita harus mengambil keputusan antara menghadiri rapat atau bermain olahraga, maka kita sudah tahu apa yang akan dilakukan jika olahraga begitu pula apa yang akan dilakukan jika menghadiri rapat. Rapat dan olahraga bukan hal yang baru. Pertimbangan dalam mengambil keputusan mana yang paling menguntungkan sesuai dengan kondisi saat itu. Keputusan ini bukan keputusan inovasi.
Tetapi jika kita harus mengambil keputusan untuk mengganti penggunaan kompor minyak dengan kompor gas, yang sebelumnya belum pernah tahu tentang kompor gas, maka keputusan ini adalah keputusan inovasi. Proses pengambilan keputusan mau atau tidak mau menggunakan kompor gas, dimulai dengan adanya serba ketidak tentuan tentang kompor gas. Masih terbuka berbagai alternatif, mungkin lebih bersih, lebih hemat, lebih tahan lama, tetapi juga mungkin berbahaya, dan sebagainya. Untuk sampai pada keputusan yang mantap menerima atau menolak kompor gas perlu iinformasi. Dengan kejelasan informasi akan mengurangi ketidak tentuan dan berani mengambil keputusan.

2.      MODEL PROSES KEPUTUSAN INOVASI
Menurut Rogers, proses keputusan inovasi terdiri dari 5 tahap, (perhatikan bagan no. 4-1 hal. 89). Yaitu:
(1)   Tahap Pengetahuan (Knowledge), tahap ini berlangsung, bila seseorang atau unit pengambil keputusan yang lain, membuka diri terhadap adanya suatu inovasi serta ingin mengetahui bagaimana fungsi inovasi tersebut.

(2)   Tahap Bujukan (Persuasion), tahap ini berlangsung ketika seseorang atau unit pengambil keputusan yang lain, mulai membentuk sikap menyenangi atau tidak menyenangi terhadap inovasi.

(3)   Tahap Keputusan (Decision), tahap ini berlangsung ketika seseorang atau unit pengambil keputusan yang lain, melakukan aktivitas yang mengarah kepenetapan untuk memutuskan menerima atau menolak inovasi.

(4)   Tahap Implementasi (Implementation), tahap ini berlangsung ketika seseorang atau unit pengambil keputusan yang lain, menerapkan atau menggunakan inovasi.

(5)   Tahap Konfirmasi (Confirmation), tahap ini berlangsung ketika seseorang atau unit pengambil keputusan yang lain, mencari penguatan terhadap keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Pengambil keputusan dapat menarik kembali keputusannya jika ternyata diperoleh informasi tentang inovasi yang bertentangan dengan informasi yang diterima terdahulu.
 
   TAHAPAN PROSES KEPUTUSAN INOVASI
Setelah kita ketahui model proses keputusan inovasi yang menunjukkan urutan kelima tahap proses keputusan inovasi, maka berikut ini akan dijelaskan setiap tahap secara terinci.
(1)   Tahap Pengetahuan
Proses keputusan inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan, yaitu tahap pada saat seseorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagaimana fungsi inovasi tersebut. Pengertian menyadari dalam hal ini bukan memahami tetapi membuka diri untuk mengetahui inovasi.
Seseorang menyadari atau membuka diri terhadap suatu inovasi tentu dilakukan secara aktif  bukan secara pasif. Misalnya pada acara siaran televisi disebutkan berbagai macam acara, salah satu menyebutkan bahwa pada jam 19.30 akan ada siaran tentang metode baru cara mengajar berhitung di Taman Kanak-kanak. Guru A yang mendengar dan melihat acara tersebut kemudian sadar bahwa ada metode baru, serta membuka dirinya untuk mengetahui apa dan bagaimana metode tersebut, maka pada diri Guru A tersebut sudah mulai proses keputusan inovasi pada tahap pengetahuan. Sedangkan guru B walaupun mendengar dan melihat acara TV, tidak ada keinginan untuk tahu, maka belum terjadi proses keputusan inovasi. 
Seseorang menyadari perlunya mengetahui inovasi biasanya tentu berdasarkan pengamatannya tentang inovasi itu sesuai dengan kebutuhannya, minatnya atau mungkin juga kepercayaannya. Seperti contoh A tersebut, berarti ia ingin tahu metode baru berhitung karena ia memerlukannya. Adanya inovasi menumbuhkan kebutuhan, karena kebetulan ia merasa butuh. Tetapi mungkin juga terjadi bahwa karena seseorang butuh sesuatu maka untuk memenuhinya diadakan inovasi. Dalam kenyataan di masyarakat hal yang kedua ini jarang terjadi, karena banyak orang tidak tahu apa yang diperlukannya. Apalagi dalam bidang pendidikan, yang dapat merasakan perlunya ada perubahan biasanya orang yang ahli, sedang guru sendiri belum tentu mau menerima perubahan atau inovasi yang sebenarnya diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan tugasnya. Sebagaimana halnya menurut dokter, kita perlu makan vitamin, tetapi kita tidak menginginkannya, dan sebaliknya sebenarnya kita ingin sate tetapi menurut dokter justru sate membahayakan kita.
Setelah seseorang menyadari adanya inovasi dan membuka dirinya untuk mengetahui inovasi, maka keaktifannya untuk memenuhi kebutuhan ingin tahu tentang inovasi itu bukan hanya berlangsung pada tahap pengetahuan saja tetapi juga pada tahap yang lain bahkan sampai tahap konfirmasi masih ada keinginan untuk mengetahui aspek-aspek tertentu dari inovasi.
Pada permulaannya ingin tahu tentang apa, mengapa dan bagaimana cara bekerjanya. Pada tahap persuasi biasanya ingin tahu lebih jauh lagi tentang bagaimana cara menggunakannya yang benar, syarat-syarat yang diperlukan dan sebagainya. Makin komplek suatu inovasi maka makin banyak dan komplek juga yang harus diketahui. Kemudian dapat berkembang lebih mendalami lagi yang ingin diketahui yaitu bagaimana prinsip-prinsip penggunaannya, dalam hal ini ada kaitannya dengan dasar teorinya. Makin jelas dan makin dalam seseorang mengetahui inovasi akan makin kuat landasan untuk menerima atau menolak suatu inovasi.
Berkaitan dengan pengetahuan tentang inovasi, ada generalisasi (prinsip-prinsip umum) tentang orang yang lebih awal mengetahui tentang inovasi;
(a)    Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih tinggi pendidikannya daripada yang akhir.
(b)   Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih tinggi status sosial ekonominya daripada yang akhir
(c)    Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih terbuka terhadap media massa daripada yang akhir.
(d)   Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih terbuka terhadap komunikasi interpersonal daripada yang akhir.
(e)    Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih banyak kontak dengan agen pembaharu daripada yang akhir.
(f)    Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih banyak berpartisipasi dalam sistem sosial daripada yang akhir.
(g)   Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih kosmopolitan daripada yang akhir.
                                   
Perlu diketahui juga bahwa tahu tentang inovasi tidak sama dengan melaksanakan atau menerapkan inovasi. Banyak orang yang tahu tetapi tidak melaksanakan, dengan berbagai kemungkinan penyebabnya.
Prinsip-prinsip umum atau generalisasi tersebut, umumnya berdasarkan penelitian inovasi di kalangan pertanian, apakah hal itu juga berlaku pada inovasi pendidikan? Coba perhatikan beberapa inovasi pendidikan di Indonesia dan coba dianalisis apakah menurut pengamatan anda generalisasi tersebut juga berlaku.
 (2)   Tahap Bujukan (Persuasi).
Pada tahap persuasi dari proses keputusan inovasi, seseorang membentuk sikap menyenangi atau tidak menyenangi terhadap inovasi. Jika pada tahap pengetahuan proses kegiatan mental yang utama bidang kognitif, maka pada tahap persuasi yang berperan utama bidang afektif atau perasaan. Seseorang tidak dapat menyenangi inovasi sebelum ia tahu lebih dulu tentang inovasi.
Dalam tahap persuasi ini lebih banyak keaktifan mental yang memegang peran. Seseorang akan berusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi, dan menafsirkan informasi yang diterimanya. Pada tahap ini berlangsung seleksi informasi disesuaikan dengan kondisi dan sifat pribadinya. Di sinilah peranan karakteristik inovasi dalam mempengaruhi proses keputusan inovasi (perhatikan bagan 4-1).
Dalam tahap persuasi ini juga sangat penting peran kemampuan untuk mengantisipasi kemungkinan penerapan inovasi di masa datang. Perlu ada kemampuan untuk memproyeksikan penerapan inovasi dalam pemikiran berdasarkan kondisi dan situasi yang ada. Untuk mempermudah proses mental ini, perlu adanya gambaran yang jelas tentang bagaimana pelaksanaan inovasi, jika mungkin sampai pada konsekuensi inovasi.
Hasil dari tahap persuasi yang utama ialah adanya penentuan menyenangi atau tidak menyenangi inovasi. Diharapkan hasil tahap persuasi akan mengarahkan proses keputusan inovasi atau dengan kata lain ada kecenderungan kesesuaian antara menyenangi inovasi dan menerapkan inovasi. Namun perlu diketahui bahwa sebenarnya antara sikap dan aktivitas masih ada jarak. Orang menyenangi inovasi belum tentu ia menerapkan inovasi. Ada jarak atau kesenjangan antara: pengetahuan, sikap dan penerapan (praktek). Misalnya seorang guru tahu tentang metode diskusi, tahu cara menggunakannya, dan senang seandainya menggunakan, tetapi ia tidak pernah menggunakan, karena beberapa faktor: tempat duduknya tidak memungkinkan, jumlah siswanya terlalu banyak, dan takut bahan pelajarannya tidak akan dapat disajikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Perlu ada bantuan pemecahan masalah.
Dalam penerapan inovasi ada pula yang disebut Preventive innovation (inovasi preventif) yaitu seseorang menerapkan inovasi karena ingin terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan di kemudian hari. Misalnya keluarga berencana, penggunaan helm, mengikuti asuransi, dan sebagainya.

3)   Tahap Keputusan
Tahap keputusan dari proses keputusan inovasi, berlangsung jika seseorang melakukan kegiatan yang mengarah untuk menetapkan menerima atau menolak inovasi. Menerima inovasi berarti sepenuhnya akan menerapkan inovasi. Menolak inovasi berarti tidak akan menerapkan inovasi.
Sering terjadi seseorang akan menerima inovasi setelah ia mencoba lebih dahulu. Bahkan jika mungkin mencoba sebagian kecil lebih dahulu, baru kemudian dilanjutkan secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi tidak semua inovasi dapat dicobadengan dipecah menjadi beberapa bagian. Inovasi yang dapat dicoba bagian demi bagian akan lebih cepat diterima.
Dapat juga terjadi percobaan cukup dilakukan sekelompok orang, dan yang lain cukup mempercayai dengan hasil percobaan temannya.
Perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataannya pada setiap tahap dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan inovasi. Misalnya penolakan dapat terjadi pada awal tahap pengetahuan, dapat juga terjadi pada tahap persuasi, mungkin juga terjadi setelah konfirmasi, dan sebagainya.

Ada dua macam penolakan inovasi yaitu:
(a)  Penolakan aktif artinya penolakan inovasi setelah melalui proses mempertimbangkan untuk menerima inovasi atau mungkin sudah mencoba lebih dahulu, tetapi keputusan akhir menolak inovasi.
(b)   Penolakan pasif artinya penolakan inovasi dengan tanpa pertimbangan sama sekali.

Dalam pelaksanaan difusi inovasi antara: pengetahuan, persuasi dan keputusan inovasi sering berjalan bersamaan. Satu dengan yang lain saling berkaiatan. Bahkan untuk jenis inovasi tertentu dan dalam kondisi tertentu dapat terjadi urutan: pengetahuan-keputusan inovasi-baru persuasi.

(4)   Tahap Implementasi
Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang menerapkan inovasi. Dalam tahap implementasi ini berlangsung keaktifan baik mental maupun perbuatan. Keputusan penerimaan gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktek. Pada umumnya implementasi tentu mengikuti hasil keputusan inovasi. Tetapi juga tejadi karena sesuatu hal sudah memutuskan menerima inovasi tidak diikuti implementasi. Biasanya hal ini terjadi karena fasilitas penerapan yang tidak tersedia.
Kapan tahap implementasi berakhir? Mungkin tahap ini berlangsung dalam waktu yang sangat lama, tergantung dari keadaan inovasi itu sendiri. Tetapi biasanya suatu tanda bahwa taraf implementasi inovasi berakhir jika penerapan inovasi itu sudah melembaga atau sudah menjadi hal-hal yang bersifat rutin. Sudah tidak menerapkan hal yang baru lagi.
Dalam tahap implementasi dapat terjadi hal yang yang disebut Reinvention (invensi kembali) yaitu penerapan inovasi dengan mengadakan perubahan atau modifikasi. Jadi penerapan inovasi tetapi tidak sesuai dengan aslinya. Reinvensi bukan berarti tentu hal yang tidak baik, tetapi terjadinya re-invensi dapat merupakan kebijakan dalam pelaksanaan atau penerapan inovasi, dengan mengingat kondisi dan situasi yang ada.
Hal-hal yang memungkinkan terjadinya re-invensi antara lain: inovasi yang sangat komplek dan sukar dimengerti, penerima inovasi kurang dapat memahami inovasi karena sukar untuk menemui agen pembaharu, inovasi yang memungkinkan berbagai kemungkinan aplikasi, apabila inovasi diterapkan untuk memecahkan masalah yang sangat luas, kebanggaan akan inovasi yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu juga dapat menimbulkan re-invensi.

(5)   Tahap Konfirmasi
Dalam tahap konfirmasi ini seseorang mencari penguatan terhadap keputusan yang telah diambilnya, dan ia dapat menarik kembali keputusannya jika memang diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula. Tahap konfirmasi ini sebenarnya berlangsung secara berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi, yang berlangsung dalam waktu yang tak terbatas. Selama dalam tahap konfirmasi seseorang berusaha menghindari terjadinya disonansi atau paling tidak berusaha menguranginya.
Terjadinya perubahan tingkah laku seseorang antara lain disebabkan karena terjadinya ketidak seimbangan internal. Orang itu merasa dalam dirinya ada sesuatu yang tidak sesuai atau tidak selaras yang disebut disonansi, sehingga orang itu merasa tidak enak. Jika seseorang merasa dalam dirinya terjadi disonansi, maka ia akan berusaha untuk menghilangkannya atau paling tidak menguranginya dengan cara megubah pengetahuaannya. Dalam hubungannya dengan difusi inovasi, usaha mengurangi disonansi dapat terjadi:
(a)    Apabila seseorang menyadari akan sesuatu kebutuhan dan berusaha mencari sesuatu untuk memenuhi kebutuhan misalnya dengan mencari informasi tentang inovasi. Hal ini terjadi pada tahap pengetahuan dalam proses keputusan inovasi.
(b)   Apabila seseorang tahu tentang inovasi dan telah bersikap menyenangi inovasi tersebut, tetapi belum menetapkan keputusan untuk menerima inovasi. Maka ia akan berusaha untuk menerimanya, guna mengurangi adanya disonansi antara apa tang disenangi dan diyakini dengan apa yang dilakukan. Hal ini terjadi pada tahap keputusan inovasi, dan tahap implementasi dalam proses keputusan inovasi.
(c)    Setelah seseorang menetapkan menerima dan menerapkan inovasi, kemudian diajak untuk menolaknya. Maka disonansi ini dapat dikurangi dengan cara tidak melanjutkan penerimaan dan penerapan inovasi (discontinuing). Ada kemungkinan lagi seseorang telah menetapkan untuk menolak inovasi, kemudian diajak untuk menerimanya. Maka usaha mengurangi disonansi dengan cara menerima inovasi (mengubah keputusan semula). Perubahan ini terjadi (tidak meneruskan inovasi atau mengikuti inovasi terlambat) pada tahap konfirmasi dari proses keputusan inovasi. (perhatikan bagan no. 4-1 hal 89).
Ketiga cara mengurangi disonansi tersebut, berkaitan dengan perubahan tingkah laku seseorang sehingga antara sikap, perasaan, pikiran, perbuatan sangat erat hubungannya bahkan sukar dipisahkan karena yang satu mempengaruhi yang lain. Sehingga dalam kenyataan kadang-kadang sukar orang akan mengubah keputusan yang sudah terlanjur mapan dan disenangi, walaupun secara rasional diketahui ada kelemahannya. Oleh karena sering terjadi untuk menghidari timbulnya disonansi, maka ia hanya berusaha mencari informasi yang dapat memperkuat keputusannya. Dengan kata lain orang itu melakukan seleksi informasi dalam tahap konfirmasi (selective exposure).
Untuk menghindari terjadinya drop out dalam penerimaan dan implementasi inovasi (discontinu) peranan agen pembaharu sangat dominan. Tanpa ada monitoring dan penguatan orang yang akan mudah terpengaruh pada informasi negatif tentang inovasi.
Demikianlah uraian kelima tahap dari proses keputusan inovasi opsional, yang terjadi pada individu atau unit pengambil keputusan. Proses ini terutama terjadi dalam proses difusi inovasi yang sasaran utamanya anggota sistem sosial secara pribadi (perorangan) bukan sebagai kesatuan organisasi. Misalnya dalam lapangan pertanian. Namun demikian dapat juga dipakai sebagai bahan pemikiran atau perbandingan dalam pelaksanaan difusi inovasi pendidikan, karena pola proses terjadinya perubahan pada tiap individu tetap sama. Misalnya untuk difusi inovasi pendidikan “penggunaan pendekatan ketrampilan proses dalam mengajar”, maka sasaran utamanya juga guru-guru. Hanya perbedaannya, kalau inovasi pertanian mungkin setiap petani dapat  membuat perbedaan keputusan ada yang menerima ada yang menolak. Kalau guru tentu semuanya menerima dan mau melaksanakan, karena terikat kedinasan, tetapi secara pribadi tetap dapat berlaku tahap-tahap proses keputusan inovasi seperti model yang telah kita pelajari.