Selasa, 06 Februari 2018

PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS SISTEM PEMBANGUNAN PERIKANAN



Perencanaan pembangunan wilayah ditujukan untuk mengupayakan keserasian dan keseimbangan pembangunan antar daerah sesuai dengan potensi alamnya dan memanfaatkan potensi tersebut secara efisien, tertib dan aman. Pada prinsipnya, pendekatan pembagian ruang dapat dilakukan berdasarkan fungsi, kegiatan dan aspek administrasi.
Berikut disampaikan beberapa contoh pengembangan wilayah berbasis sistem pembangunan perikanan :
Perencanaan pengembangan kawasan perikanan budidaya (Minapolitan) merupakan suatu upaya untuk memanfaatkan lahan/potensi yang ada dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan dan penataan ruang perikanan di pedesaan.
Pengelolaan ruang perikanan budidaya adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang yang diperuntukkan bagi kegiatan perikanan dan usaha-usaha berbasis perikanan lainnya dalam skala nasional. Sedangkan pengelolaan ruang kawasan sentra produksi perikanan nasional dan daerah merupakan arah kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang bagi peruntukkan perikanan secara umum.
Tujuan pengembangan kawasan Minapolitan adalah untuk mendorong percepatan pengembangan wilayah dengan kegiatan perikanan sebagai kegiatan utama dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dengan mendorong keterkaitan desa dan kota dan berkembangnya system dan usaha minabisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan (tidak merusak lingkungan) dan terdesentralisasi (wewenang berada di Pemerintah Daerah dan Masyarakat) di kawasan Minapolitan.
Dengan berkembangnya sistem dan usaha minabisnis, maka di kawasan Minapolitan tidak saja dibangun usaha budidaya (on farm) saja tetapi juga off farm-nya yaitu usaha minabisnis hulu (pengadaan sarana perikanan) dan jasa penunjangnya. Dengan demikian akan mengurangi kesenjangan kesejahteraan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenag produktif, serta akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pengembangan konsep Minapolitan dimaksudkan untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan cepat tumbuh layaknya sebuah kota. Pengalaman menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi kelautan dan perikanan yang pada umumnya berada di daerah pedesaan lambat berkembang karena kurangnya sarana, prasarana dan fasilitas pelayanan umum. Kualitas sumberdaya manusia juga relatif rendah dibandingkan dengan sumberdaya manusia di daerah perkotaan. Kawasan pedesaan lebih banyak berperan sebagai penyedia bahan baku, sedangkan nilai tambah produknya lebih banyak dinikmati di daerah perkotaan. Bahkan hubungan ekonomi kota dan desa sering eksploitatif, sehingga ekonomi masyarakat di daerah pedesaan sulit berkembangkan.
Dengan konsep Minapolitan pembangunan sektor kelautan dan perikanan diharapkan dapat dipercepat. Kemudahan-kemudahan atau peluang yang biasanya ada di daerah perkotaan perlu pula dikembangkan di daerah-daerah pedesaan, seperti prasarana, sistem pelayanan umum, jaringan distribusi bahan baku dan hasil produksi di sentra-sentra produksi. Sebagai sentra produksi, daerah pedesaan diharapkan dapat berkembang sebagaimana daerah perkotaan dengan dukungan prasarana, energi, jaringan distribusi bahan baku dan hasil produksi, transportasi, pelayanan publik, akses permodalan, dan sumberdaya manusia yang memadai.
Secara konseptual Minapolitan mempunyai 2 unsur utama yaitu,
1)      Minapolitan sebagai konsep pembangunan sektor kelautan dan perikanan berbasis wilayah dan
2)      Minapolitan sebagai kawasan ekonomi unggulan dengan komoditas utama produk kelautan dan perikanan.
Secara ringkas Minapolitan dapat didefinisikan sebagai Konsep Pembangunan Ekonomi Kelautan dan Perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan berdasarkan prinsip-prinsip
1)      integrasi,
2)      efisiensi,
3)      kualitas, dan akselerasi tinggi.
Sementara itu, Kawasan Minapolitan adalah kawasan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan yang terdiri dari sentra-sentra produksi dan perdagangan, jasa, permukiman, dan kegiatan lainnya yang saling terkait. Konsep Minapolitan didasarkan pada 3 azas, yaitu demokratisasi ekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat, pemberdayaan masyarakat dan keberpihakan dengan intervensi negara secara terbatas (limited state intervention), dan penguatan daerah dengan prinsip: daerah kuat – bangsa dan negara kuat. Ketiga prinsip tersebut menjadi landasan perumusan kebijakan dan kegiatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan agar pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan benar-benar untuk kesejahteraan rakyat dan menempatkan daerah pada posisi sentral dalam pembangunan.
Dengan konsep Minapolitan diharapkan pembangunan sektor kelautan dan perikanan dapat dilaksanakan secara terintegrasi, efisien, berkualitas, dan berakselerasi tinggi.
Pertama, prinsip integrasi diharapkan dapat mendorong agar pengalokasian sumber daya pembangunan direncanakan dan dilaksanakan secara menyeluruh atau holistik dengan mempertimbangkan kepentingan dan dukungan stakeholders, baik instansi sektoral, pemerintahan di tingkat pusat dan daerah, kalangan dunia usaha maupun masyarakat. Kepentingan dan dukungan tersebut dibutuhkan agar program dan kegiatan percepatan peningkatan produksi didukung dengan sarana produksi, permodalan, teknologi, sumberdaya manusia, prasarana yang memadai, dan sistem manajemen yang baik.
Kedua, pembangunan sektor kelautan dan perikanan harus dilaksanakan secara efisien agar pembangunan dapat dilaksanakan dengan biaya murah namun mempunyai daya guna yang tinggi. Dengan konsep minapolitan pembangunan infrastruktur dapat dilakukan secara efisien dan pemanfaatannya pun diharapkan akan lebih optimal. Selain itu prinsip efisiensi diterapkan untuk mendorong agar sistem produksi dapat berjalan dengan biaya murah, seperti memperpendek mata rantai produksi, efisiensi, dan didukung keberadaan faktor-faktor produksi sesuai kebutuhan, sehingga menghasilkan produk-produk yang secara ekonomi kompetitif.
Ketiga, pelaksanaan pembangunan sektor kelautan dan perikanan harus berorientasi pada kualitas, baik sistem produksi secara keseluruhan, hasil produksi, teknologi maupun sumberdaya manusia. Dengan konsep minapolitan pembinaan kualitas sistem produksi dan produknya dapat dilakukan secara lebih intensif.
Keempat, prinsip percepatan diperlukan untuk mendorong agar target produksi dapat dicapai dalam waktu cepat, melalui inovasi dan kebijakan terobosan. Prinsip percepatan juga diperlukan untuk mengejar ketinggalan dari negara-negara kompetitor, melalui peningkatan market share produk-produk kelautan dan perikanan Indonesia tingkat dunia. Selanjutnya, konsep minapolitan akan dilaksanakan melalui pengembangan kawasan minapolitan di daerah-daerah potensial unggulan. Kawasan-kawasan minapolitan akan dikembangkan melalui pembinaan sentra-sentra produksi yang berbasis pada sumber daya kelautan dan perikanan.
Setiap kawasan minapolitan beroperasi beberapa sentra produksi berskala ekonomi relatif besar, baik tingkat produksinya maupun tenaga kerja yang terlibat dengan jenis komoditas unggulan tertentu. Dengan pendekatan sentra produksi, sumber daya pembangunan, baik sarana produksi, anggaran, permodalan, maupun prasarana dapat dikonsentrasikan di lokasi-lokasi potensial, sehingga peningkatan produksi kelautan dan perikanan dapat dipacu lebih cepat.
Agar kawasan minapolitan dapat berkembang sebagai kawasan ekonomi yang sehat, maka diperlukan keanekaragaman kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan produksi dan perdagangan lainya yang saling mendukung. Keanekaragaman kegiatan produksi dan usaha di kawasan minapolitan akan memberikan dampak positif (multiplier effect) bagi perkembangan perekonomian setempat dan akan berkembang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Dengan pendekatan kawasan dan sentra produksi, diharapkan pembinaan unit-unit produksi dan usaha dapat lebih fokus dan tepat sasaran. Walaupun demikian, pembinaan unit-unit produksi di luar kawasan harus tetap dilaksanakan sebagaimana yang selama ini dijalankan, namun dengan konsep minapolitan pembinaan unit-unit produksi di masa depan dapat diarahkan dengan menggunakan prinsip-prinsip integrasi, efisiensi, kualitas dan akselerasi tinggi.
Penggerak utama ekonomi di Kawasan Minapolitan dapat berupa sentra produksi dan perdagangan perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan ikan, atau pun kombinasi kedua hal tersebut. Sentra produksi dan perdagangan perikanan tangkap yang dapat dijadikan penggerak utama ekonomi di kawasan minapolitan adalah pelabuhan perikanan.
Sementara itu, penggerak utama minapolitan di bidang perikanan budidaya adalah sentra produksi dan perdagangan perikanan di lahan-lahan budidaya produktif. Sentra produksi pengolahan ikan dan perdagangan yang berada di sekitar pelabuhan perikanan juga dapat dijadikan penggerak utama ekonomi di kawasan minapolitan.

2.      Sistem Wanamina (Sylvofishery)

Silvofishery adalah suatu bentuk kegiatan yang terintegrasi (terpadu) antara budidaya air payau dengan pengembangan mangrove pada lokasi yang sama. Konsep silvofishery ini dikembangkan sebagai salah satu bentuk budidaya perikanan berkelanjutan dengan input yang rendah. Sistem Wanamina (Sylvofishery) merupakan Alternatif Pengelolaan Mangrove berbasis Mitigasi Bencana di Daerah Pesisir.

Adanya sifat open access pada kawasan ekosistem hutan mangrove maka diperlukan upaya penataan zona di kawasan pesisir. Upaya tersebut dimaksudkan sebagai upaya meminimalkan kerusakan dan melestarikan fungsi ekologis dan ekonomis kawasan. Penataan zona disini adalah pembagian kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi zona pemanfaatan dan zona perlindungan atau konservasi.

Penataan zona dalam upaya mitigasi bencana di daerah pesisir juga harus dikembangkan secara terpadu (integrated) antara darat dan laut, mitigasi bencana di laut dapat dilakukan dengan cara pengembangan daerah perlindungan laut (Marine Protected Area), perbaikan ekosistem terumbu karang melalui terumbu buatan, pengembangan silvofishery, dan rehabilitasi sempadan pantai melalui penanaman mangrove, sedangkan di darat proses mitigasi bisa dilaksanakan dengan penataan ruang/zonasi, dimana zona-zona di wilayah daratan dibedakan menjadi :

1)      Zona 1 yaitu zona konservasi, dimana fungsi kegiatan langsung berhubungan dengan laut atau ekosistem pesisir dan laut. Contoh : hutan mangrove, pertambakan, prasarana kelautan dan perikanan, wisata bahari.

2)      Zona 2 yaitu zona penyangga dimana fungsi kegiatan tidak langsung berhubungan dengan laut tetapi berkaitan dengan produksi hasil laut dan perikanan, contoh : permukiman nelayan, industri hasil perikanan.

3)      Zona 3 yaitu zona bebas dimana fungsi kegiatan tidak langsung berhubungan dengan laut, contoh : perkotaan, perindustrian, pemerintahan, perdaganan dan jasa, di zona ini dikembangkan kegiatan yang merupakan pusat kegiatan penduduk perkotaan, contohnya fasilitas pendidikan, perdagangan, dan jasa.

Dalam Pengembangan Mina Hutan perlu adanya zonasi dikawasan ekosistem hutan mangrove salah satunya adalah zona pemanfaatan. Zona pemanfaatan dalam hal ini diperuntukkan bagi kegiatan mina hutan (sylvofishery). Penerapan mina hutan dikawasan ekosistem hutan mangrove diharapkan dapat tetap memberikan lapangan kerja bagi petani di sekitar kawasan tanpa merusak hutan itu sendiri dan adanya pemerataan luas lahan bagi masyarakat. Harapan ini dapat terwujud dengan catatan tidak ada pemilik modal yang menguasai lahan secara berlebihan.

Pendekatan antara konservasi dan pemanfaatan kawasan mangrove ini kemungkinan untuk mempertahankan keberadaan mangrove yang secara ekologi memiliki produktivitas relatif tinggi dengan keuntungan ekonomi dari kegiatan budidaya perikanan.

Dalam mengakomodasi kebutuhan lahan dan lapangan pekerjaan, hutan mangrove dapat dikelola dengan model silvofishery atau wanamina yang dikaitkan dengan program rehabilitasi pantai dan pesisir. Kegiatan silvofishery berupa empang parit pada kawasan hutan mangrove, terutama di areal Perum Perhutani telah dimulai sejak tahun 1978. Empang parit ini pada dasarnya adalah semacam tumpangsari pada hutan jati, dimana ikan dan udang sebagai pengganti tanaman polowijo,dengan jangka waktu 3-5 tahun masa kontrak.

Wanamina merupakan pola pendekatan teknis yang cukup baik, yang terdiri atas rangkaian kegiatan terpadu antara kegiatan budidaya ikan dengan kegiatan penanaman, pemeliharaan, pengelolaan dan upaya pelestarian hutan mangrove. Sistem ini memiliki teknologi sederhana, dapat dilakukan tanpa merusak tanaman bakau yang ada dan dapat dilakukan sebagai kegiatan sela sambil berusaha menghutankan kembali kawasan jalur hijau di daerah pantai yang kritis. Penerapan kegiatan wanamina di kawasan ekosistem hutan mangrove secara umum diharapkan dapat mencegah perusakan kawasan tersebut oleh masyarakat karena akan memberikan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat di kawasan tersebut.

Sedangkan untuk perambah hutan, dapat disediakan lapangan kerja sebagai pedagang dengan menjadikan kawasan wanamina sebagai kawasan wisata. Dengan demikian, kawasan wanamina dapat berfungsi ganda yaitu menjaga dan memelihara ekosistem serta menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar