A.
PENGERTIAN INDIKATOR
Indikator adalah ukuran yang
digunakan untuk membandingkan perubahan keadaan, atau kemajuan atau memantau
hasil dari suatu kegiatan, proyek, atau program dalam rentang waktu tertentu.
Indikator diperoleh dari hasil pengumpulan data yang sengaja dirancang dengan
menggunakan instrumen dan merupakan target dari output kegiatan evaluasi dan
monitoring.
Jenis-jenis
Indikator
- Indikator biasanya merupakan ukuran kuantitatif (quantitative measures), yakni dalam bentuk prosentase, angka (rate) atau ratio. Indikator kualitatif (Qualitative indicators) dapat dikumpulkan melalui teknik pertanyaan yang memerlukan jawaban persepsi dan penilaian dari responden mengenai suatu masalah. Untuk memperkaya analisis maka indikator kualitatif didampingi dengan indikator kuantitatif yang sengaja dikembangkan untuk mengukur kualitas.
- Indikator global terstandar (Standardised global indicators) adalah indikator yang bersifat umum, seperti Millennium Development Goals (MDGs), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan lainnya. Indikator ini dapat dibandingkan di semua wilayah (nasional atau internasional).
- Indikator lokal merupakan indikator yang dikembangkan hanya untuk mengukur perubahan dalam situasi yang besifat lokal (khas setempat) dengan tujuan setempat. Indikator lokal di lokasi lain mungkin tidak dibutuhkan atau bahkan tidak dapat diperoleh angka indikatornya
- Indikator dampak (impact indicators) adalah indikator yang digunakan untuk mengukur perubahan jangka panjang yang dikumpulkan secara tahunan guna menganalisa pengaruh, kecenderungan atau perubahan selama beberapa tahun.
- Indikator langsung (Direct indicators) berkaitan secara akurat dengan hasil di setiap jenjang kinerja yang merupakan ukuran langsung dari keluaran proyek/program.
- Indikator tidak langsung atau “proksi” digunakan untuk mengukur perubahan atau hasil dimana pengukuran langsung tidak memungkinkan/layak diperoleh indikatornya. Menggunakan indikator tidak langsung atau “proksi” yang lebih memudahkan evaluator untuk menilai.
Setiap indikator tentunya harus
mempunyai besaran target yang harus dicapai. Patokan nilai dari suatu indicator
(benchmark) merupakan suatu standar
atau titik rujukan terhadap pencapaian program kerja yang dapat diukur. Suatu
indikator selama periode waktu tertentu dibandingkan dan diukur dan biasanya
diuraikan menurut wilayah dan target tertentu.
Demikian hal nya dengan menilai
potensi wilayah tentu perlu tolak ukur dan alat ukur yang sesuai dengan kaidah
keilmuan dan dapat dipertanggungmjawabkan secara ilmiah agar didapat analisis
yang tepat untuk mengembangkannya.
B. INDIKATOR YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENGUKUR POTENSI
WILAYAH DAN DAERAH DI INDONESIA
1. Indikator Geografis
Menurut Prof. Bintarto (1981) :
Geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gejala di permukaan bumi, baik yang
bersifat fisik maupun yang menyangkut kehidupan makhluk hidup beserta
permasalahannya melalui pendekatan keruangan, kelingkungan, dan regional untuk
kepentingan program, proses, dan keberhasilan pembangunan. Sedangkan hasil seminar
dan lokakarya di Semarang (1988) : Geografi adalah ilmu yang mempelajari
persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kewilayahan dan
kelingkungan dalam konteks keruangan.
Indikator geografis diperlukan untuk
mengukur potensi sumber daya alam secara spesifik termasuk juga gejala-gejala
alam yang terjadi di bumi yang tentunya akan mempengaruhi tersedianya sumber
daya tersebut. Indikator potensi geografis antara terdiri dari :
1)
Topografi,
studi tentang bentuk permukaan bumi
2)
Klimatologi,
ilmu tentang atmosfer gambaran dan penjelasan sifat dan iklim serta kaitan
iklim dan manusia
3)
Geologi,
planet bumi termasuk keterbentukan dan sejarahnya mengingat unsur utama
pembentukan bumi adalah batuan maka objek utama geologi juga tentang batuan
4)
Hidrologi,
pergerakan, distribusi dan kualitas air di bumi
2.
Indeks Pembangunan Indonesia (IPM)
Seperti diketahui salah satu aspek
potensi daerah adalah sumber daya manusia. Untuk mengukur kuantitas dapat
dilakukan dengan penghitungan manual yang dilakukan Badan Pusat Statistik
sedangkan untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia, indikator operasionalnya
antara lain pengetahuan, ketrampilan, kompetensi, etos kerja/sosial,
pendapatan/produktivitas, kesehatan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM/HDI).
Program Pembangunan PBB (UNDP,
United Nations Development Program) yang fokus pada aspek-aspek “pembangunan
manusia” (human development) membuat klasifikasi yang mencakup
variabel-variabel nonekonomi seperti usia harapan hidup, tingkat kematian bayi,
dan capaian pendidikan, di samping variabel-variabel pokok ekonomi seperti
angka pendapatan per kapita. Maka disusunlah indeks baru yang disebut Indeks
Pembangunan Manusia (HDI, Human Developmen Index). IPM ini mengukur pencapaian
keseluruhan dari suatu daerah/negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan
manusia, yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan suatu standar hidup yang layak.
Ketiganya diukur dengan angka harapan hidup, pencapaian pendidikan dan
pendapatan per kapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli. IPM
adalah suatu ringkasan dan bukan ukuran komprehensif dari pembangunan manusia.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu
negara/daerah dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu : lama hidup
yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir; pendidikan yang diukur
berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek hurup penduduk usia 15 tahun
ke atas; dan standar hidupnya diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah
disesuaikan menjadi paritas daya beli (PPP, Purchasing power parity) dari mata
uang domestik di masing-masing negara guna lebih mencerminkan besar kecilnya
biaya hidup dan juga untuk menyesuaikan dengan fakta menyusutnya utilitas
marjinal pendapatan di atas tingkat pendapatan dunia. Nilai indeks berkisar
antara 0 – 1 di mana 0 (prestasi pembangunan manusia terendah) dan satu
(kinerja pembangunan manusia tertinggi) (Todaro, 1998).
IPM dapat dimanfaatkan untuk
beberapa hal sebagai berikut (TKPK, 2007; Basri, Faisal dan Haris Munandar,
2009) :
1)
Untuk mengalihkan
fokus perhatian para pengambil keputusan, media, dan organisasi non pemerintah
dari penggunaan statistik ekonomi biasa, agar lebih menekankan pada pencapaian
manusia. IPM diciptakan untuk menegaskan bahwa manusia dan segenap kemampuannya
seharusnya menjadi kriteria utama untuk menilai pembangunan sebuah
negara/daerah, bukannya pertumbuhan ekonomi.
2)
Untuk
mempertanyakan pilihan-pilihan kebijakan suatu daerah/negara : bagaimana dua
daerah/negara yang pendapatan per kapita sama dapat memiliki IPM yang berbeda.
Contohnya : tingkat pendapatan per kapita antara Cina (US$ 370) dan Indonesia
(US$ 610), namun harapan hidup dan angka melek huruf antara keduanya sangat
berbeda, sehingga Cina memperoleh nilai IPM yang lebih tinggi (0,644) daripada
Indonesia (0,586) (laporan UNDP 1994). Laporan UNDP tahun 1999, Indonesia
berada di urutan 107 (tahun 1997 urutan 77) dari 174 negara di dunia termasuk
kelompok menengah dalam melaksanakan pembangunan manusia. Singapura urutan 22,
Brunei Darussalam 25, dan Filipina di 77, termasuk kelompok pembangunan manusia
tinggi. Tahun 2007 peringkat Indonesia belum beranjak, IPM Indonesia 0,728
(peringkat 107) dan Cina 0,777 (peringkat 81).
3)
Untuk
memperlihatkan perbedaan di antara negara-negara, di antara provinsi--provinsi,
di antara gender, kesukuan dan kelompok sosial-ekonomi lainnya. Dengan
memperlihatkan disparitas atau kesenjangan di antara kelompok-kelompok
tersebut, maka akan lahir debat dan diskusi di berbagai negara untuk mencari
sumber masalah dan solusinya.
The United Nations Development
Program (UNDP) telah membuat indicator
pembangunan yang lain, sebagai tambahan untuk beberapa indicator yang telah
ada. Ide dasar yang melandasi dibuatnya indeks ini adalah pentingnya
memperhatikan kualitas sumber daya manusia. Menurut UNDP, pembangunan hendaknya
ditujukan kepada pengembangan sumberdaya manusia. Dalam pemahaman ini,
pembangunan dapat diartikan sebagai sebuah proses yang bertujuan m ngembangkan
pilihan-pilihan yang dapat dilakukan oleh manusia. Hal ini didasari oleh asumsi
bahwa peningkatan kualitas sumberdaya manusia akan diikuti oleh terbukanya
berbagai pilihan dan peluang menentukan jalan hidup manusia secara bebas.
Pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai
factor penting dalam kehidupan manusia, tetapi tidak secara otomatis akan
mempengaruhi peningkatan martabat dan harkat manusia. Dalam hubungan ini, ada
tiga komponen yang dianggap paling menentukan dalam pembangunan, umur panjang
dan sehat, perolehan dan pengembangan pengetahuan, dan peningkatan terhadap
akses untuk kehidupan yang lebih baik. Indeks ini dibuat dengagn
mengkombinasikan tiga komponen, (1) rata-rata harapan hidup pada saat lahir,
(2) rata-rata pencapaian pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMU, (3) pendapatan
per kapita yang dihitung berdasarkan Purchasing Power Parity.
Pengembangan manusia berkaitan erat dengan peningkatan kapabilitas manusia yang
dapat dirangkum dalam peningkatan knowledge, attitude dan skills,
disamping derajat kesehatan seluruh anggota keluarga dan lingkungannya.
3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB adalah jumlah nilai tambah
bruto yang dihasilkan seluruh unti usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
Sumber-sumber utama pendapatan
daerah secara umum dapat dilihat pada data Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) yang dapat dirinci ke masing-masing sektor dan subsekstor. Dengan
demikian, akan diketahui potensi, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi suatu
daerah dari PDRB sektoral. Jadi, bisa dikatakan PDRB dapat menggambarkan
potensi daerah dalam dua aspek yaitu aspek ekonomi juga termasuk sumber daya
alam dilihat dari produksinya. Untuk menentukan nilai PDRB suatu daerah yaitu :
1)
Sekor
pertanian
2)
Sektor
pertambangan dan penggalian
3)
Sektor
industri pengolahan
4)
Sektor
Konstruksi (Bangunan)
5)
Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran
6)
Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi
7)
Sektor
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
8)
Jasa-jasa
Dari PRDB pula dapat dihitung
pendapatan per kapita suatu daerah. Pendapatan per kapita adalah total
pendapatan suatu daerah dibagi jumlah penduduk di daerah tersebut untuk tahun
yang sama. Angka yang digunakan semestinya adalah total pendapatan regional
dibagi jumlah penduduk. Akan tetapi, angka ini seringkali tidak diperoleh
sehingga diganti total PDRB atas harga dasar dibagi dengan jumlah penduduk.
Angka pendapatan per kapita dapat dinyatakan dalam harga berlaku maupun dalam
harga konstan tergantung pada kebutuhan. Selanjutnya, pendapatan per kapita
dapat digunakan untuk berbagai analisis salah satunya digunakan untuk mengukur
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) seperti yang telah diuraikan di atas.
Penghitungan PDRB di Indonesia telah
dilakukan secara terus-menerus setiap tahunnya oleh Badan Pusat Statistik baik
skala lokal maupun nasional. Dengan demikian PDRB menjadi salah satu indikator
penting yang dapat digunakan untuk mengukur potensi di Indonesia.
4.
Indikator Sosial Budaya
Keberadaan potensi suatu wilayah
tidak lepas dari pengaruh kehidupan sosial budaya. Sosial budaya dapat disebut
sebagai salah satu indikator untuk mengukur potensi wilayah daerah di Indonesia
karena memenuhi kriteria seperti spesifik dan dapat diukur. Penting untuk
menganalisis potensi wilayah melalui indikator social budaya
mengingat keberagaman yang telah tercermin dari semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Pada hakekatnya pengukuran indikator
sosial budaya tidak berdiri sendiri melainkan terkait erat dengan kegiatan
lainnya, yaitu aspek ekonomi dan kelembagaan. Seringkali sulit untuk menemukan
indikator yang sederhana dan hanya mengukur satu aspek saja karena keberhasilan
pengembangan suatu kawasan sangat ditentukan oleh kinerja sektoral dan
berbagai pelaku utama pembangunan (stakeholders) seperti Pemerintah, Swasta dan
Masyarakat sendiri.
Dalam penyusunan indikator ini perlu
digunakan prinsip 'parsimony' yang artinya semakin sedikit indikator yang
digunakan semakin baik, untuk itu harus dipilih indikator-indikator yang paling
efisien. Suatu kawasan andalan mungkin terdiri dari dua wilayah otonom
atau lebih maka pemilihan indikator bersifat umum dapat digunakan pada
semua kelompok penduduk tanpa dibedakan.
Ada banyak indikator sosial budaya
yang dapat digunakan untuk mengukur kesejahteraan masyarakat suatu wilayah,
tetapi dalam pedoman kelayakan sosial budaya umumnya digunakan beberapa
indikator yang dianggap dapat menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu
daerah. Kelompok indikator sektoral tersebut meliputi :
1)
Kependudukan
2)
Pendidikan
3)
Ketenagakerjaan
4)
Kesehatan
5)
Perumahan
6)
Lingkungan
7)
Sosial
8)
Budaya
5.
Indikator Keamanan
Jaminan keamanan merupakan ukuran
suatu daerah dapat dikatakan berpotensi atau tidak. Suatu daerah yang mempunyai
potensi dan dapat mengelola umumnya memiliki hasil produksi dan pendapatan
tinggi sehingga dapat tercipta situasi kehidupan bermasyarakat yang kondusif.
Sebaliknya tanpa adanya keamanan potensi yang ada tentunya akan sulit untuk
dikembangkan.
Keamanan wilayah dapat dilihat
dari beberapa macam subindikator seperti :
1)
Konflik
SARA, baik itu konflik antar kelompok,konflik antar etnis,maupun konflik yang
berbau agama.
2)
Perkelahian
: kasus perkelahian,kasus perkelahian yang menimbulkan korban jiwa, dan kasus
perkelahian yang menibulkan luka parah.
3)
Pencurian
dan Perampokan : Kasus pencurian / perampokan, Kasus pencurian/prampokan dengan
kekerasan.
4)
Perjudian :
Kasus Perjudian
5)
Kasus
Narkoba : Jumlah kasus narkoba yang pelakunya penduduk setempat, Jumlah
penduduk yang menjadi korban narkoba
6)
Prostitusi:
Kasus Prostitusi
7)
Pembunuhan :
Jumlah kasus pembunuhan, Jumlah kasus pembunuhan dengan korban penduduk setempat,
8)
Kejahatan
Seksual : Jumlah kasus perkosaan, Jumlah kasus perkosaan pada anak, Jumlah
kasus kehamilan diluar nikah
9)
Kasus
kekerasan dalam rumah tangga : kekerasan terhadap istri, kekerasan terhadap
suami, kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap anggota keluarga lain.
10) Penculikan : jumlah kasus penculikan
11) Partisipasi masyarakat dalam keamanan : jumlah pos
siskamling, jumlah aparat keamanan/ hansip, jumlah sarana alat-alat keamanan.
6. Pendapatan
perkapita
Pendapatan per kapita, baik dalam
ukuran GNP maupun PDB merupakan salah satu indikaor makro-ekonomi yang telah
lama digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif
makroekonomi, indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat
diukur, sehingga dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Tampaknya pendapatan per kapita telah menjadi indikator makroekonomi yang tidak
bisa diabaikan, walaupun memiliki beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan
pendapatan nasional, selama ini, telah dijadikan tujuan pembangunan di
negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi bahwa kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh adanya peningkatan
pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi). Walaupun demikian, beberapa ahli
menganggap penggunaan indikator ini mengabaikan pola distribusi pendapatan
nasional. Indikator ini tidak mengukur distribusi pendapatan dan pemerataan
kesejahteraan, termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya ekonomi.
7. Struktur ekonomi
Telah menjadi asumsi bahwa
peningkatan pendapatan per kapita akan mencerminkan transformasi struktural
dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas sosial. Dengan adanya perkembangan ekonomi
dan peningkatan per kapita, konstribusi sektor manupaktur/industri dan jasa
terhadap pendapatan nasional akan meningkat terus. Perkembangan sektor industri
dan perbaikan tingkat upah akan meningkatkan permintaan atas barang-barang
industri, yang akan diikuti oleh perkembangan investasi dan perluasan tenaga
kerja. Di lain pihak , kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional
akan semakin menurun.
8. Urbanisasi
Urbanisasi dapat diartikan sebagai
meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim di wilayah perkotaan dibandingkan
dengan di pedesaan. Urbanisasi dikatakan tidak terjadi apabila pertumbuhan
penduduk di wilayah urban sama dengan nol. Sesuai dengan pengalaman
industrialisasi di negara-negara eropa Barat dan Amerika Utara, proporsi
penduduk di wilayah urban berbanding lurus dengn proporsi industrialisasi. Ini
berarti bahwa kecepatan urbanisasi akan semakin tinggi sesuai dengan cepatnya
proses industrialisasi. Di Negara-negara industri, sebagain besar penduduk
tinggal di wilayah perkotaan, sedangkan di Negara-negara yang sedang berkembang
proporsi terbesar tinggal di wilayah pedesaan. Berdasarkan fenomena ini,
urbanisasi digunakan sebagai salah satu indicator pembangunan.
9. Indeks Kualitas Hidup
IKH atau Physical Qualty of life
Index (PQLI) digunakan untuk mengukur kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat. Indeks ini dibuat indicator makroekonomi tidak dapat memberikan
gambaran tentang kesejahteraan masyarakat dalam mengukur keberhasilan ekonomi.
Misalnya, pendapatan nasional sebuah bangsa dapat tumbuh terus, tetapi tanpa
diikuti oleh peningkatan kesejahteraan sosial. Indeks ini dihitung berdasarkan
kepada (1) angka rata-rata harapan hidup pada umur satu tahun, (2) angka
kematian bayi, dan (3) angka melek huruf. Dalam indeks ini, angka rata-rata
harapan hidup dan kematian b yi akan dapat menggambarkan status gizi anak dan
ibu, derajat kesehatan, dan lingkungan keluarga yang langsung beasosiasi dengan
kesejahteraan keluarga. Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf, dapat
menggambarkan jumlah orang yang memperoleh akses pendidikan sebagai hasil
pembangunan. Variabel ini menggambarkan kesejahteraan masyarakat, karena
tingginya status ekonomi keluarga akan mempengaruhi status pendidikan para
anggotanya. Oleh para pembuatnya, indeks ini dianggap sebagai yang paling baik
untuk mengukur kualitas manusia sebagai hasil dari pembangunan, disamping
pendapatan per kapita sebagai ukuran kuantitas manusia.
10. Indeks Kemiskinan Manusia (IKM)
Mengukur dimensi yang berlawanan
arah dari IPM, yaitu seberapa besar penduduk yang kurang beruntung, tertinggal (deprived people), karena tidak
mempunyai akses untuk mencapai standar
kehidupan ang layak. Indeks tersebut dihitung menggunakan prosentase penduduk
yang tidak mencapai usia 40 tahun, prosentase penduduk buta huruf, prosentase
balita dengan status gizi kurang, prosentase balita dengan status gizi kurang,
prosentase penduduk tidak punya akses pada pelayanan kesehatan dasar, sanitasi
air bersih. Semakin besar penduduk suatu wilayah pada situasi ini
dipresentasikan oleh IKM yang semakin tinggi.
11. Indeks
Kehidupan Fakir Miskin
Mengukur
kesenjangan pencapaian, yaitu berapa upaya, dalam prosentase, yang masih harus
dilakukan/dicapai untuk membawa kondisi kehidupan fakir miskin di suatu wilayah
menuju standar kehidupan minimum yang layak. Dimensi yang diukur mencakup (1)
situasi kelaparan atau sangat kurang kalori, (2) Kualitas hidup fakir miskin,
(3) Akses fakir miskin pada pelayanan sosial dasar dan pembangunan.
Indikator
diatas digunakan sebagai analisis potensi wilayah yang memiliki berbagai
manfaat fisik, idiologi, politik, sosial, budaya, pertahanan,
dan keamanan. Analisis Potensi Wilayah yang dilakukan terhadap bidang
fisik memberikan manfaat :
1. Menciptakan
Efisiensi dan produktivitas sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian daerah
karena penentuan kawasan/ lahan dilakukan pada lokasi yang tepat (teori lokasi)
dan sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian fisik lahan yang cukup (pertanian).
2. Menjadi pedoman
pemerintah dalam menentukan kebijakan dalam perencanaan tata ruang serta
pembangunan prasarana fisik agar dapat produk yang diciptakan dapat bermanfaat
secara tepat guna dan berdaya guna.
3. Menjaga
keberlanjutan (sustainability) terutama sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui (contoh : bahan tambang), karena alokasi sumber daya fisik
dilakukan dengan cara bijaksana sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan. Unsur fisik penataan ruang disesuaikan dengan daya dukung dan
daya tampung serta potensi wilayah.
C. SUMBER
Adisasmita,
Rahardjo, 2008, “Pengembangan Wilayah : Konsep dan Teori”, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Djakapermana,
Ruchyat Deni, 2009, “Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Sistem”, IPB
Press, Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar